Saat ini INCO pun dalam proses divestasi saham lanjutan untuk memenuhi syarat perpanjangan kontrak karya yang akan berakhir di 28 Desember 2025, yakni minimal 51 persen saham dikuasai oleh pihak Indonesia.

 

Dari sisi bisnis, perseroan baru saja menandatangani perjanjian kerja sama definitif dengan Zhejiang Huayou Cobalt Co. Ltd (Huayou) dan PT Huadi Nickel Indonesia (Huali) untuk pembangunan fasilitas pengolahan nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL).

 

Adapun, fasilitas tersebut dibangun dengan target produksi 60.000 ton nikel dan 5.000 ton kobalt per tahun dalam bentuk produk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP), yang nantinya dapat diolah lebih lanjut menjadi baterai kendaraan listrik.

 

Proyek HPAL ini akan memulai konstruksi segera setelah mendapatkan perizinan yang dibutuhkan.

 

"Proyek ini akan mengolah bijih nikel berjenis limonit dari blok Sorowako, sementara pabrik HPAL akan berlokasi di Malili, Luwu Timur, Sulawesi Selatan," kata CEO INCO, Febriany Eddy dalam keterangan resminya, Jumat (25/8/2023).

 

Proyek ini, lanjut Febriany, bersama dengan progress terbaru dari proyek HPAL Pomalaa dan proyek Morowali, adalah bagian dari perwujudan komitmen pertumbuhan, dan pemenuhan dari komitmen investasi perseroan.

 

Sedangkan para pelaku pasar atau Investor merespon isu yang beredar dengan sebagai sentimen negatif sehingga saham INCO di pasar modal terus turun, pada perdagangan kemarin sahamnya turun 0,84 persen atau 50 poin ke level 5.900. Sedangkan dalam 5 hari bursa saham INCO sudah turun 75 pon atau 1,26 persen.

 

Dalam satu bulan belakangan saham INCO turun 12,91 persen atau 875 poin dari harga 6.775 per saham di awal Agustus, dan hingga akhir agustus menyentuh 5.900 per saham.