EmitenNews.com - Prospek industri  properti diprediksi makin cerah. Itu seiring pemulihan ekonomi nasional terus berlangsung. Kondisi itu, didukung kebutuhan memiliki rumah di Indonesia masih tinggi.


Berdasar survei kepada 99 orang di Jakarta berusia 25-30 tahun, menikah dan menjadi orang tua, alasan utama mendorong orang muda memiliki rumah. Membeli rumah diyakini sebagai bukti sukses dalam berkarier. Itu menunjukkan kepemilikan rumah lebih didorong faktor memenuhi kebutuhan dasar keluarga.


Merespons itu, Bank Tabungan Negara (BBTN) memberi kemudahan via fitur Graduated Payment Mortgage (GPM) dalam produk KPR BTN Gaess for Millenial. Keunggulan utama fitur GPM antara lain suku bunga promo lebih rendah, dan diperhitungkan secara berjenjang yaitu 4,75 persen selama 2 tahun pertama pinjaman. 


Kemudian bunga naik 1 persen tiap tahun selama 3 tahun pertama. Dengan begitu, besaran angsuran GPM lebih rendah dibanding angsuran KPR reguler pada awal masa kredit. Setelah itu, pembayaran angsuran akan meningkat secara stabil sesuai asumsi kenaikan penghasilan calon debitur setiap tahun.


Kebutuhan pemilikan rumah tinggi membuat perseroan mencari solusi meringankan kalangan milenial terutama sisi angsuran setiap bulan. Dengan suku bunga KPR rendah, dan angsuran terjangkau diyakini akan menggairahkan sektor perumahan nasional. ”Kaum Milenial terutama baru berumah tangga pasti ingin punya rumah. Kita coba mewujudkan keinginan itu dengan solusi jitu via fitur GPM,” tutur Wakil Direktur Utama Bank BTN Nixon LP Napitupulu, Minggu (31/10).


Berbagai solusi kemudahan tawaran BTN, diharap kaum Milenial tidak menunda untuk membeli rumah. Kalau Milenial antusias memiliki rumah, akan mendorong sektor perumahan khususnya KPR Non-subsidi kembali menggeliat. ”Itu yang melatari optimisme kami akan prospek industri properti ke depan. Kami sudah menyiapkan infrastruktur pendukung untuk memenuhi kebutuhan rumah. Tahun depan kami proyeksi bisa menyalurkan pembiayaan rumah sekitar 250-300 ribu unit,” imbuh Nixon.


Saat ini, lonjakan kebutuhan rumah akan menjadi sentimen positif bagi perseroan untuk meningkatkan kinerja, dan pelayanan kepada para nasabah. ”Kebutuhan itu, harus diimbangi kecepatan, kemudahan pelayanan bagi debitur, dan calon debitur. Transformasi kami berlanjut untuk mewujudkan itu,” ucapnya.


Tidak disangkal, prospek sektor perumahan tahun depan sangat bagus. Pasalnya, selain angka backlog tinggi, pertumbuhan rumah tangga baru atau keluarga baru (household) juga masih positif. ”Saat ini, investasi sektor perumahan bagi keluarga baru menikah menjadi waktu tepat setelah hampir 2 tahun pandemi Covid-19 melanda. Banyak aset properti dijual di bawah harga pasar, bahkan masih ada memberi diskon,” tegas Anton Sitorus, Directors Head of Research and Consultancy Savills Indonesia.


Penurunan angka Covid-19, dan sentimen ekonomi bisnis membaik menjadi momentum positif, akan mendorong pertumbuhan bisnis properti. ”Bagi keluarga baru atau generasi milenial, terutama pembeli rumah pertama sangat tepat untuk berinvestasi properti dengan tingkat suku bunga KPR di bawah 10 persen,” sarannya. 


Semnetara Ketua Umum Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida meramal industri properti tetap tumbuh pada 2022. Saat ini, 70 persen pangsa pasar kaum milenial. Generasi milenial mempunyai pendapatan lebih stabil. Kemampuan milenial memenuhi gaya hidup cukup memadai. Kalau penghasilan milenial itu digabung dengan pasangan, tentu daya beli akan jauh lebih besar. ”Mestinya milenial mampu mencicil rumah Rp2,5-3 juta per bulan,” ulasnya.


Ada sejumlah kombinasi insentif pemerintah untuk memerangi dampak negatif Covid-19 terhadap perekonomian. Antara lain, UU Cipta Kerja No. 11/2020 mulai berlaku, akan memangkas birokrasi perizinan. Insentif pengurangan pajak pertambahan nilai (PPN) rumah baru berlaku pada Maret lalu, total penjualan properti telah menembus Rp200 triliun hingga Juni 2021.


Hingga pengujung tahun ini, REI mematok penjualan properti mencapai Rp500 triliun. Itu selaras dengan perpanjangan kebijakan PPN Ditanggung Pemerintah (DTP), jika tidak ada gelombang ketiga kasus penularan Covid-19. (*)