EmitenNews.com - Menarik menunggu tindak lanjut dari buka-bukaan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Kemarin, Menko Polhukam membeberkan adanya dugaan pelanggaran hukum dalam proyek satelit Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015. Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan perkara ini segera naik ke penyidikan. Dari situ akan ketahuan bagaimana anggaran itu disetujui.


Dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (13/1/2022), Menko Polhukam Mahfud MD, menyebutkan, dugaan pelanggaran terkait proyek Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) Kementerian Pertahanan pada 2015.


Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan, pada 19 Januari 2015, Satelit Garuda-1 telah keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) sehingga terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia.


Berdasarkan peraturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali Slot Orbit tersebut. Jika tidak dipenuhi, maka hak pengelolaan Slot Orbit akan gugur secara otomatis. Itu berarti dapat digunakan oleh negara lain.


Untuk mengisi kekosongan pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT itu, kata Mahfud, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) lalu memenuhi permintaan Kementerian Pertahanan (Kemhan). Permintaan itu adalah mendapatkan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT guna membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).


Kemhan kemudian membuat kontrak sewa Satelit Artemis yang merupakan floater atau satelit sementara pengisi orbit milik Avanti Communication Limited (Avanti) pada 6 Desember 2015. Meskipun persetujuan penggunaan Slot Orbit 123 derajat BT dari Kominfo itu baru diterbitkan 29 Januari 2016.


Namun, pihak Kemhan pada 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT kepada Kominfo. Pada 10 Desember 2018, Kominfo mengeluarkan keputusan tentang Hak Penggunaan Filing Satelit Indonesia pada Orbit 123 derajat untuk Filing Satelit Garuda-2 dan Nusantara-A1-A kepada PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK).


Ternyata PT DNK tidak mampu menyelesaikan permasalahan residu Kemhan dalam pengadaan Satkomhan. Saat melakukan kontrak dengan Avanti tahun 2015, Kemhan belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut.


"Kontrak-kontrak itu dilakukan untuk membuat satelit komunikasi pertahanan dengan nilai yang sangat besar padahal anggarannya belum ada," tuturnya.


Mahfud menceritakan, untuk membangun Satkomhan, Kemhan juga menandatangani kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu tahun 2015-2016, yang anggarannya dalam tahun 2015 juga belum tersedia. Tahun 2016, anggaran telah tersedia, namun dilakukan self blocking oleh Kemhan.


Kemudian, Avanti menggugat di London Court of Internasional Arbitration karena Kemhan tidak membayar sewa satelit sesuai nilai kontrak yang telah ditandatangani. Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang berakibat negara telah mengeluarkan pembayaran untuk sewa Satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filing satelit sebesar ekuivalen Rp515 miliar.


Di luar itu, kata Mahfud, pemerintah juga baru saja menerima putusan dari Arbitrase Singapura terkait gugatan Navayo. Putusan itu menyatakan, pemerintah diharuskan membayar USD20,9 juta. "Yang USD20 juta ini nilainya mencapai Rp304 miliar."


Ngerinya, karena Mahfud memperkirakan angka kerugian ini akan bertambah besar karena masih ada perusahaan lain yang meneken kontrak dengan Kemhan dan belum mengajukan gugatan. "Selain sudah dijatuhi putusan arbitrase di London dan Singapura, negara juga berpotensi ditagih lagi oleh AirBus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat. Jadi banyak sekali nih beban kita kalau ini tidak segera diselesaikan."


Kita akan segera mengetahui kelanjutan peluru yang ditembakkan oleh Menko Polhukam Mahfud MD ini. Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menyelidiki masalah ini. Jaksa Agung ST Burhanuddin malah mengatakan perkara ini segera naik ke penyidikan.


"Kami telah melakukan penelitian dan pendalaman atas kasus ini sudah hampir mengerucut. Insyaallah dalam waktu dekat naik penyidikan," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin. ***