EmitenNews.com - Sanksi dari Kementerian Kehutanan terhadap aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) kembali jatuh. Kali ini, Kemenhut, menindak aktivitas penambangan liar di kawasan hutan pada kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Pelangan RTK.07, Sekotong, Nusa Tenggara Barat (NTB).

"Kegiatan tambang ilegal di kawasan hutan merusak ekosistem dan mengancam keselamatan masyarakat. Kami akan menindak tegas para pelaku, namun tetap memperhatikan aspek sosial. Penegakan hukum harus sejalan dengan pembinaan dan pemberdayaan masyarakat agar mereka tidak bergantung pada kegiatan ilegal," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut Dwi Januanto Nugroho di Jakarta, Jumat (31/10/2025).

Operasi penertiban dilakukan di Kawasan HPT Pelangan RTK.07, Desa Buwun Mas, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, NTB. Pada 28-29 Oktober 2025, koordinasi dilakukan Gakkum Kemenhut bersama Dinas LHK NTB, BKSDA NTB, Dinas ESDM NTB, dan Korem 162/Wira Bhakti.

Pada 30 Oktober 2025, sebagai tindak lanjut, Tim Gabungan Balai Gakkum Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabalnusra) dan Korem 162/Wira Bhakti melaksanakan operasi penertiban tambang ilegal. 

Tim memasang papan larangan dan garis Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di empat titik strategis. Yaitu pintu masuk area tambang dekat pos jaga PT. Indotan, area kolam penampung, dan dua titik lubang tambang utama.

Dari hasil operasi diketahui aktivitas tambang ilegal masih dilakukan secara manual oleh lebih dari 500 warga lokal, Masyarakat menggunakan gelondong, kompresor, serta bahan kimia merkuri dan sianida untuk memisahkan kandungan emas dari batu, tanpa penggunaan alat berat.

Satu hal, mengingat dinamika sosial masyarakat dan pelaku sebagian besar adalah warga lokal,penegakan hukum tetap dilanjutkan dengan pendekatan bertahap didukung penguatan koordinasi dan konsolidasi dengan pemerintah daerah serta aparat keamanan.

Hal ini sesuai arahan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, agar langkah-langkah penertiban dilakukan secara tegas, terukur, dan berkeadilan.

Bentuk Satgas P4SK Kementerian Kehutanan kerja sama Kejaksaan Agung

Sebelumnya, Kementerian Kehutanan bersama Kejaksaan Agung resmi bekerja sama untuk penanganan perkara tindak pidana sektor kehutanan. Kedua pihak membentuk Satuan Tugas Percepatan Penanganan Perkara Pidana pada Sektor Kehutanan (Satgas P4SK).

Kepada pers, di Jakarta, Selasa (28/10/2025), Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut Dwi Januanto Nugroho menyampaikan penandatanganan perjanjian kerja sama dilakukan antara Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan (Ditjen Gakkum Kemenhut) dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum).

Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana di Sektor Kehutanan itu dilakukan di sela-sela Rapat Koordinasi (Rakor) Polisi Kehutanan (Polhut) sekaligus pelantikan pengurus Ikatan Polisi Kehutanan Indonesia (IPKI) di Jakarta pada hari ini.

Kerja sama antara Ditjen Gakkum Kemenhut dan Jampidum mencakup penguatan koordinasi sejak tahap penyidikan, prapenuntutan, penuntutan, hingga pelaksanaan putusan berkekuatan hukum tetap.

Di luar itu, juga dibentuk Satgas P4SK di pusat dan daerah dan kolaborasi dalam bentuk pertukaran serta pemanfaatan data/informasi serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui berbagai program bersama.

Satgas P4SK dirancang bersifat tetap dengan komposisi lintas-unit di tingkat pusat dan daerah, dan melakukan pertemuan periodik minimum dua kali setahun. Satgas ini difokuskan untuk mempercepat penanganan perkara-perkara terorganisir, lintas wilayah, sulit pembuktian, serta berdampak besar terhadap kerusakan hutan dan kerugian negara.

Sementara itu, Jampidum Asep N. Mulyana mewakili Jaksa Agung dalam sambutannya mengapresiasi dan menaruh banyak harapan dalam kegiatan kali ini karena sinergi antara penyidik dan jaksa sejalan dengan UU 1 tahun 2023 tentang KUHP. Penyidik dan Jaksa harus bekerja sama dari awal di lapangan agar suatu perkara dapat diselesaikan secara cepat. ***