EmitenNews.com -Tren #KaburAjaDulu sedang viral dan menjadi bahan perbincangan di media sosial. Beberapa pejabat publik bahkan sampai merasa perlu memberikan komentar terkait hal tersebut.   

Ungkapan #KaburAjaDulu sebenarnya bisa dimaknai sebagai protes kekecewaan sekaligus keresahan yang sedang dialami khususnya generasi muda kita melihat kondisi sosial dan ekonomi Indonesia saat ini. 

Masih ditambah lagi dengan fakta kian mahalnya biaya pendidikan di satu sisi, sementara di sisi lain lapangan pekerjaan juga kian sulit. Tak pelak lagi, itu semua hanya memunculkan rasa pesimis.   

Tren #KaburAjaDulu juga bisa dimaknai bahwa generasi muda kelihatannya melihat kemungkinan lebih ada peluang dan secercah harapan di negara lain sehingga sedang mempertimbangkan untuk segera “pergi” sejenak untuk meraih sesuatu hal yang lebih baik. 

Mungkin mereka berpikir baru akan kembali lagi saat sudah berhasil atau kondisi disini sudah lebih baik. Tren yang viral ini memang menjadi sesuatu hal yang baru, apalagi terus ramai digemakan oleh generasi muda saat ini.       

Pasar saham 

Sementara di pasar saham, tren #KaburAjaDulu jelas-jelas bukanlah sesuatu hal yang baru sama sekali. Ini bahkan bisa dikatakan sudah terjadi berkali-kali dan berulang-ulang.

Saat pasar saham sedang dilanda kekhawatiran dan ketakutan alias fear yang luar biasa, mungkin akibat situasi terkini yang sedang terjadi atau berita-berita negatif yang datang beruntun, maka kebanyakan investor saham biasanya akan memutuskan untuk “melarikan diri” dengan cara menjual saham-saham yang dimilikinya.

Apalagi saat muncul berita, investor-investor asing sedang menjual sahamnya, maka itu semakin menguatkan tekad untuk berlomba kabur dari pasar saham. Inilah yang membuat IHSG dan harga saham-saham bisa mengalami penurunan yang signifikan dalam tempo singkat.

Penurunan harga saham yang terjadi belakangan ini juga dipicu hal serupa. Banyak media memberitakan betapa besarnya aliran dana investasi asing yang keluar dari pasar saham kita. Sontak ini langsung membuat banyak investor ikut panik.    

Tak heran kita bisa menyaksikan saham perusahaan-perusahaan besar seperti Bank BRI, Bank BNI, Telkom, Bank Mandiri, Astra Internasional dan sebagainya mengalami kejatuhan harga yang cukup dalam. 

Padahal di sisi lain, kinerja perusahaan-perusahaan raksasa itu bisa dikatakan tidak terlalu jelek dan faktanya masih mencatatkan laba yang besar, meskipun pertumbuhannya barangkali tak sesuai dengan ekspektasi pasar.

Contoh lain bisa jelas kita lihat saat terjadinya pandemi Covid-19. Saat itu, pasar saham juga dilanda kepanikan yang luar biasa, seakan-akan tidak ada lagi harapan. Kebanyakan pelaku pasar berlomba-lomba menjual sahamnya sebagai upaya untuk menyelamatkan diri dari kerugian yang lebih besar. 

Meskipun tak berapa lama kemudian, rasa ketakutan dan pesimisme itu segera berganti menjadi optimisme yang begitu besar. Pasar saham kembali bergairah karena masalah pandemi dianggap sudah bisa dikendalikan. 

Selain itu, paket kebijakan pemerintah di banyak negara salah satunya negara adikuasa, Amerika Serikat yang mencetak banyak uang juga diyakini ikut “membanjiri” pasar saham kita. 

Sekali lagi, fenomena investor yang keluar-masuk di pasar saham memang menjadi pemandangan yang sangat sering terjadi. Kebanyakan investor menganggap, agar bisa meraih keuntungan besar, maka harus bisa menebak waktu yang paling tepat untuk keluar atau masuk pasar saham. 

Salah satu indikator sekaligus cara yang sering digunakan adalah mengikuti langkah-langkah yang dilakukan kebanyakan investor, khususnya investor asing. Mereka masuk, kita ikut masuk. Mereka keluar, kita pun harus segera keluar.