Saat Tren #KaburAjaDulu Melanda Pasar Saham

ilustrasi kabur aja dulu. DOK/BenarNews
Banyak yang percaya metode ini paling tepat dipakai dalam mengarungi belantara pasar saham. Tetapi, benarkah demikian?
Pertanyaan sederhana barangkali bisa diajukan sebagai bahan permenungan. Apakah kita punya kemampuan dan akses untuk segera mengetahui lebih dulu langkah-langkah yang akan diambil investor asing tersebut? Atau jangan-jangan kita malah selalu ketinggalan alias terlambat baik untuk masuk ataupun keluar.
Saat kita mulai masuk membeli saham dan mengira mereka juga akan jorjoran masuk dalam jumlah yang besar, kenyataannya malah sebaliknya. Atau saat kita sedang asyik menjual saham karena yakin investor yang lain juga akan melakukan hal yang sama, ternyata mereka justru baru saja berubah pikiran dan memutuskan untuk mulai membeli. Kita selalu ketinggalan dan sangat mungkin mengalami kerugian.
Kita perlu merenungkan bahwa daripada selalu bergantung dan ikut-ikutan keputusan orang lain, barangkali belajar untuk memiliki keputusan dan keyakinan sendiri secara independen di pasar saham sepertinya akan jauh lebih baik dan membuat kita tenang tanpa harus selalu meratapi penyesalan.
Dengan memiliki keputusan dan keyakinan sendiri, mungkin kita tidak akan terlambat apalagi sampai melewatkan kesempatan yang datang di depan mata. Penurunan harga saham yang terjadi beberapa hari belakangan, salah satunya karena banyak dana asing yang keluar, semestinya tak membuat kita justru ikut-ikutan panik lalu kabur dan tidak berani membeli saham.
Sekadar berbagi pengalaman sederhana saya (disclaimer on, bukan anjuran membeli/menjual), saat saham TLKM terus mengalami penurunan yang dalam dan masih ditambah lagi berita salah satu Komisarisnya menjadi tersangka korupsi, tanggal 11 Februari lalu saya nekat membeli sahamnya di harga Rp 2.350 per lembar.
Ternyata cuma butuh beberapa hari saja, tepatnya per tanggal 17 Februari, saya sudah floating profit sebesar 12%.
Apakah saat membeli saham tersebut, saya tidak berpikir atau kuatir harganya akan turun lebih dalam? Tentu saja saya memikirkannya. Itu yang membuat saya sudah mempersiapkan juga dana cadangan seandainya harga sahamnya turun lebih dalam.
Pertanyaan berikutnya, apakah saya tidak menyesal karena tidak sempat menaruh lebih banyak uang di saham tersebut? Jawaban saya, mengapa harus menyesal? Toh, saya tidak mengalami kerugian.
Saya selalu berprinsip, akan lebih menyesal kalau terlanjur membeli satu saham dengan full power lalu hanya bisa “menonton” saat harga sahamnya turun lebih dalam lagi alias lebih murah dan terdiskon.
Bukankah salah satu dalil paling populer yang sering disebutkan investor saham sukses, bahwa penurunan harga saham yang bagus ibarat hujan emas alias peluang yang sangat jarang terjadi?
Keputusan untuk #KaburAjaDulu yang sedang tren belakangan ini, akhirnya memang kembali lagi pada masing-masing individu. Meskipun untuk konteks pasar saham, saya meyakini bahwa itu bukanlah keputusan yang terbaik. Apalagi jika dasarnya adalah ikut-ikutan keputusan orang lain.
Related News

Skenario Pemulihan IHSG: Kapan Investor Bisa Optimis Lagi?

Bursa Saham AS Ambruk, Sektor Ini Malah Naik

Mengapa Ekonomi China Kuat?

Prospek IHSG Kedepannya Berpotensi Cerah, Ini Alasannya

Sawit dan Batu Bara Jadi Pedang Bermata Dua Menuju Masa Depan Bersih

Strategi Indonesia Hadapi Kebijakan Trump: Diplomasi atau Konfrontasi?