EmitenNews.com - Selihai-lihainya DP berlaku, akhirnya tertangkap juga. Bareskrim Polri mengamankannya, terkait kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan Tindak Pidana Asal (TPA) sengaja. Ia diduga tanpa hak mengedarkan obat dan sediaan farmasi tanpa izin edar sejak 2011 hingga 2021 di Jakarta dan tempat lainnya. Hasil kejahatannya yang disita sedikitnya Rp530 miliar. Uang hasil kejahatan disimpan dalam deposito, asuransi, Reksadana, ORI dan SPR.


"Subdit 3/TPPU Dit Tipideksus melaksanakan join investigasi dengan PPATK dari pengembangan penanganan peredaran ilegal obat yang dilaksanakan Polres Mojokerto, didapat transaksi keuangan mencurigakan yang diduga sebagai hasil kejahatan tersangka DP," kata Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto kepada wartawan, Kamis (16/9/2021).


Dari penyelidikan dan penyidikan polisi menemukan sejumlah alat atau barang bukti seperti Favipiravir/Favimex 200 tablet, Crestor 20 mg jumlah 6 pack, Crestor 10 mg jumlah 5 pack dan Voltaren Gel 50 mg jumlah 4 pack. Lainnya, 9 Buah rekening tabungan dari Bank BCA, Bank Mega, Bank Sahabat Sampoerna, Bank BTN, Bank BRI Agro, Bank BJB, Bank Bukopin, Bank Danamon dan Bank Mayapada yang seluruhnya atas nama tersangka DP.


"Uang dalam tabungan dan deposito atas nama DP, seluruhnya Rp530 miliar," tambahnya.


Modus DP dalam menjalankan aksinya sejak 2011 silam, mengaku sebagai pemilik Flora Pharmacy. Padahal, sebenarnya DP tidak memiliki pekerjaan tetap. Tersangka diketahui tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk mengedarkan obat, tetapi telah melayani pemesanan atau menawarkan obat dari luar negeri kepada pembeli baik perorangan atau Apotik atau Toko Obat baik di Jakarta maupun di kota lainnya menggunakan handphone dan aplikasi whatsapp.


Setelah disepakati jumlah dan harganya serta cara pengirimannya, DP memesan obat dari penyedia di luar negeri dan melakukan pembayaran dengan transfer dari rekening miliknya pada Bank Panin dan Bank Mega kepada rekening penyedia obat di luar negeri tersebut.


Setelah barang dikirim menggunakan ekspedisi dan diterima di Indonesia, tanpa melalui proses registrasi untuk mendapatkan izin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), DP memerintahkan karyawannya atau menggunakan kurir untuk mengambil obat dimaksud sekaligus mengirimkannya sesuai alamat pembeli.


"Setelah obat diterima, pembeli melakukan pembayaran dengan cara transfer ke rekening BCA keduanya atas nama tersangka DP sesuai jatuh tempo yang telah disepakati," urai Kabareskrim Polri.


Dari situ, DP mendapatkan keuntungan 10 - 15 persen dari harga barang yang diterimanya secara berkelanjutan sejak tahun 2011 sampai 2021. Setelah uang hasil mengedarkan obat tanpa izin edar secara tanpa hak tersebut masuk ke rekening milik tersangka pada Bank BCA, selanjutnya tersangka DP melakukan penarikan tunai kemudian mentransfer sebagiannya ke rekening miliknya pada Bank lain.


Sebagian lainnya ditempatkan dalam bentuk deposito, asuransi, Reksadana, ORI dan SPR. Sehingga, penggunaan uang sulit atau tidak dapat diketahui. Produk perbankan tersebut tersebar pada beberapa rekening atas nama tersangka DP. Yaitu Bank Panin, Bank BTN, Bank Mega, Bank Danamon, Bank BJB, Bank QNB, Bank BRI Agro, Bank KB Bukopin, Bank Sahabat Sampoerna dan Bank Mayapada.


Berdasarkan penelusuran, transaksi pada dua rekening BCA milik DP yang digunakan untuk menerima transaksi jual/beli obat. Terdapat dana keluar dalam bentuk penarikan tunai yang dilanjutkan dengan transfer ke rekening lain miliknya di Bank BTN, HANA BANK, Mega, Panin dan QNB.


Transaksi pada rekening yang bersangkutan di Bank Panin dan rekening nomornya di Bank Mega, kemudian dipergunakan untuk transaksi pembayaran ke distributor maupun perusahaan farmasi yang berada di luar negeri. Sedangkan berdasarkan penelusuran transaksi pada rekening yang bersangkutan di BTN, KEB Hana, Bank Mega, dan Bank QNB dana tersebut kemudian digunakan untuk pembukaan deposito, pembelian reksadana dan pembelian polis asuransi jiwa.


Selain itu, terdapat juga transaksi penarikan tunai yang diduga memiliki transaksi lanjutan ke rekening milik DP di bank lain yang kemudian digunakannya untuk membuka deposito.


"Mengingat keuntungan depositonya yang bersangkutan bisa mencapai Rp800 juta-an per bulan. Sehingga dapat disimpulkan diduga sumber dana adalah mingling/percampuran antara dana hasil jual/beli obat ilegal dan aborsi dengan bunga keuntungan dari pembukaan deposito atas nama DP," ujar Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto. ***