EmitenNews.com - Dalam roadmap atau peta jalan industri otomotif nasional, Kemenperin menetapkan 20 persen penggunaan kendaraan berbasis baterai listrik pada tahun 2025.


“Ke depan, teknologi fuel cell berbasis hidrogen juga telah terdapat dalam peta jalan industri otomotif nasional, dengan semangat untuk menuju produksi industri kendaraan ramah lingkungan,” ungkap Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Rabu (23/2).


Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberikan apresiasi kepada perusahaan BUMN dan swasta yang bersinergi untuk mengakselerasi pembangunan ekosistem kendaraan listrik terintegrasi di Indonesia. Kolaborasi ini diwujudkan oleh Electrum, perusahaan patungan Gojek dan TBS Energi Utama, bersama dengan Pertamina, Gogoro, dan Gesits.


“Indonesia telah menyatakan kesiapannya untuk memasuki era kendaraan listrik sebagaimana tertuang dalam Perpres No 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai atau battery electric vehicle, untuk transportasi jalan,” katanya.


Menperin menyampaikan, Kemenperin mendukung penuh pembangunan ekosistem kendaraan listrik dari hulu sampai hilir. Langkah strategis ini diharapkan menjadikan Indonesia negara yang mampu merajai atau menjadi produsen kendaraan listrik yang berdaya saing global.


Pemerintah menurutnya sangat serius untuk masuk pada energi baru terbarukan, termasuk menuju pada kendaraan listrik. Karenanya ini juga menjadi isu prioritas yang dibawa Pemerintah Indonesia dalam G20 Summit, yang salah satu pembahasannya terkait transisi energi yang berkelanjutan, termasuk percepatan pengembangan ekosistem kendaraan listrik.


Dalam pengembangan ekosistem industri kendaraan listrik, industri otomotif dalam negeri ditargetkan dapat memproduksi mobil dan bus listrik sebanyak 600 ribu unit pada tahun 2030. Dengan angka tersebut akan dapat mengurangi konsumsi BBM sebesar 3 juta barrel dan menurunkan emisi CO2 sebanyak 1,4 juta Ton.


Upaya strategis ini diharapkan pula dapat mendukung pemenuhan komitmen pemerintah Indonesia terkait pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% pada tahun 2030, dan di tahun 2060 masuk ke emisi nol atau net zero carbon.


Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE), Taufiek Bawazier mengatakan selain menghadapi pandemi, banyak tantangan yang harus menjadi perhatian utama industri otomotif. Mulai dari mitigasi climate change, penurunan polusi udara dan suara, hingga konservasi energi melalui penggunaan energi baru dan terbarukan.


"Dinamika ini juga telah mendorong transformasi sektor transportasi menuju ke arah green mobility atau mobilitas hijau yang rendah emisi," katanya.


Kendaraan listrik telah menjadi tren global dan secara masif telah digunakan dalam mobilitas perkotaan. Kendaraan listrik tidak hanya secara signifikan mengurangi emisi CO2 dan emisi gas rumah kaca lain, namun menurutnya juga menawarkan suatu moda transportasi yang nyaman, efisien, mudah digunakan, berkelanjutan, serta meningkatkan gaya hidup atau lifestyle.


Namun, lanjut Taufiek, bentuk sustainability pada sektor otomotif tidak berhenti di situ. Pemerintah masih ingin melihat industri mengembangkan teknologi baru, bahan atau materi yang ramah lingkungan, serta inklusivitas yang berkelanjutan dalam produksi kendaraan bermotor.(fj)