EmitenNews.com - Selama hampir 5 hari jutaan Nasabah Bank Syariah Indonesia (BSI) di seluruh Indonesia berkeluh kesah dan sedikit marah, lantaran mereka tidak dapat melakukan transaksi keuangan mereka baik secara manual maupun digital banking.


Manajemen BSI dalam penjelasannya mengabarkan sistem teknologi bank BUMN itu diserang hacker dan kejahatan siber. Sebagai Bank Syariah terbesar, sebenarnya matinya sistem teknologi (the dead of technologi) transaksi bank, tidak boleh terjadi dalam operasional institusi perbankan.


Wakil Ketua Lembaga Pengembang UMKM Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Syafrudin Anhar mengatakan bahwa hal itu juga mengganggu Muhammadiyah. Pasalnya, tidak sedikit Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang memakai BSI untuk bertransaksi.


“Bagi Persyarikatan Muhammadiyah yang memiliki ratusan amal usaha yang sebagian besar transaksi perbankannya mengandalkan layanan BSI, matinya system’ teknologi transaksi BSI sangat nyata dan terasa mengganggu aktivitas dan transaksi keuangannya.” katanya.


Keresahan akibat itu juga dirasakan ratusan ribu tenaga kerja amal usaha Muhammadiyah, mulai dari dosen, karyawan bahkan keluarga Muhammadiyah merasakan kemandekan transaksi di BSI ini.


Terkait matinya sistem transaksi BSI ini Syafrudin mengingatkan bahwa Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maupun Peraturan OJK No.6/POJK.07/2022 menyatakan bahwa setiap nasabah perbankan harus dilindungi hak dan kewajibannya dalam kenyamanan bertransaksi keuangannya di setiap lembaga perbankan.


“Ketentuan ini menuntut tanggung jawab profesional dari manajemen atau direksi BSI yang telah dibayar dengan gaji yang besar dan fasilitas yang mewah,” imbuhnya.


Akan tetapi, sangat tidak memiliki sikap bertanggung jawab para direksi BSI sampai hari ini tidak menyampaikan kata permohonan maaf apalagi memberikan ganti rugi atas ketidaknyamanan juta nasabah di seluruh Indonesia.


“Padahal dengan matinya sistem teknologi di BSI kerugian material dan non material para nasabah tentu saja, sesuai dengan size dan kepentingan nasabah itu sendiri. Dan berdasarkan peraturan perundang undangan tersebut diatas, sewajibnya BSI memberikan konsesi kerugian materi maupun non materi bagi para nasabahnya." ungkapnya.


Muhammadiyah sendiri menilai insiden di BSI ini menunjukkan adanya kelemahan manajerial dan personal di BSI yang patut di tinjau kembali. Dan sebagai bank plat merah, tanggung jawab manajerial dan personal juga melekat pada kementerian BUMN.


"Dalam fatsun politik ekonomi. Selayaknya baik direksi maupun menteri BUMN jika tidak mengundurkan diri yang segera diganti. Ini sebagai bentuk tanggung jawab profesi sebagai insan yang berpredikat profesional," demikian dilansir di laman Muhammadiyah.(*)