EmitenNews.com - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 defisit sebesar Rp479,7 triliun atau 2,02 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) per 31 Oktober 2025. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melaporkan, realisasi ini menunjukkan posisi yang masih dalam batas aman.

"Angka defisit ini dalam batas aman dan terkendali, jauh lebih rendah dari target outlook APBN sebesar 2,78 persen PDB untuk saat ini," kata Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi November 2025 di Jakarta, Kamis (20/11/2025).

Pendapatan negara terkumpul Rp2.113,3 triliun atau 73,7 persen dari outlook tahun berjalan. Dari total pendapatan tersebut penerimaan pajak berkontribusi Rp1.708,3 triliun atau 71,6 persen, sedangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp402,4 triliun atau 84,3 persen dari outlook.

Realisasi PNBP sudah melampaui capaian tahun 2024, menandakan pemanfaatan sumber-sumber penerimaan nonpajak yang lebih optimal.

Dari sisi pengeluaran, belanja negara telah terealisasi Rp2.593,0 triliun atau 73,5 persen dari proyeksi. Rinciannya, belanja pemerintah pusat Rp1.879,6 triliun atau 70,6 persen, sedangkan transfer ke daerah tersalurkan Rp713,4 triliun atau 82,6 persen dari outlook.

"Belanja ini diprioritaskan untuk menjaga daya beli mendukung infrastruktur dan mengawal reformasi struktural," ujar mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan ini.

Berdasarkan realisasi APBN hingga Oktober 2025, defisit keseimbangan primer tercatat Rp45 triliun.

Menurut Menkeu Purbaya, pemerintah tetap menjaga disiplin pengelolaan fiskal, meski kondisi global tengah bergejolak. Secara keseluruhan, kata dia, realisasi APBN menunjukkan pengelolaan yang hati-hati dan prudent dalam menjaga disiplin fiskal di tengah dinamika global.

Pemerintah tambah penempatan dana ke perbankan nasional dan daerah

Sebelumnya, pemerintah menambah penempatan dana ke perbankan nasional dan daerah sebesar Rp76 triliun, per 10 November 2025. Tambahan dana ini disalurkan ke empat bank, yakni masing-masing Rp25 triliun untuk Bank Mandiri, BRI, dan BNI. Lalu, Bank Jakarta (Bank DKI) Rp1 triliun. Jadi, totalnya Rp76 triliun.

Dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (17/11/2025), Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (SEF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu memaparkan bahwa penyerapan dana dari alokasi awal sebesar Rp200 triliun telah berjalan cepat.

"Perbankannya sudah menggunakan Rp167,6 triliun atau 84 persen dari yang ditempatkan tersebut," jelas Febrio Kacaribu.

Bank Mandiri dan BRI telah menyalurkan 100 persen dana penempatan masing-masing yang sebesar Rp55 triliun. Sedangkan, BNI telah menyalurkan Rp37,4 triliun atau 68 persen dari alokasi yang sama.

Untuk BTN tercatat telah menyalurkan Rp10,3 triliun atau 41 persen dari total dana Rp25 triliun yang ditempatkan. Kemudian, BSI telah menyalurkan Rp9,9 triliun atau 99 persen dari dana Rp10 triliun yang diterimanya.

Derasnya penyaluran itu turut didorong oleh rendahnya bunga penempatan pemerintah. Dana pemerintah ditempatkan dengan tingkat bunga 3,8 persen atau sekitar 80 persen dari suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI).

Dengan besaran bunga yang lebih rendah dari biaya dana perbankan pada umumnya, bank memiliki ruang lebih luas untuk menekan cost of fund, sehingga dapat mempercepat penyaluran kredit.

Kondisi ini membuat bank lebih leluasa menyalurkan pembiayaan, terutama ke sektor-sektor produktif yang membutuhkan dukungan menjelang akhir tahun.