EmitenNews.com -Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, neraca perdagangan RI mengalami surplus sebesar USD3,94 miliar pada April 2023. Ini menjadi bulan ke-36 atau 3 tahun secara berturut-turut neraca perdagangan mengalami surplus sejak Mei 2020.

 

Surplus perdagangan tersebut dibentuk dari nilai ekspor April sebesar USD18,03 miliar dan nilai impor USD15,35 miliar. Jika dilihat berdasarkan komoditasnya, surplus neraca perdagangan masih ditopang oleh komoditas non migas yang mencatat surplus USD5,64 miliar, sementara komoditas migas defisit sebesar USD1,70 miliar.

 

"Neraca perdagangan Indonesia sampai April 2023 mengalami surplus selama 36 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," ujar Deputi Bidang Metodologi dan Informasi Statistik BPS, Imam Machdi, dalam konferensi pers, Senin (15/5).

 

Imam mengatakan, nilai surplus perdagangan April 2023 lebih tinggi dari bulan Maret 2023 sebesar USD2,83 miliar. Namun demikian, nilai surplus April lalu lebih rendah dari April 2022 yang mencapai USD7,56 miliar.

 

Sementara kinerja perdagangan Indonesia pada Mei 2022 kembali mencatatkan surplus neraca perdagangan USD2,9 miliar atau meningkat dibandingkan Mei 2021 yang tercatat USD2,7 miliar. Nilai tersebut terdiri dari surplus neraca nonmigas USD4,75 miliar dan defisit neraca migas USD1,86 miliar. Kondisi ini melanjutkan tren surplus selama 25 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

 

Ekonom dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia ( LPPI ), Ryan Kiryanto mengatakan surplus neraca perdagangan akan tetap berlanjut pada bulan ini. "Hanya tidak sebesar bulan lalu yang terdapat hari raya Idul Fitri. Lebaran tidak hanya meningkatkan permintaan dalam negeri, tetapi juga luar negeri yang berujung meningkatnya permintaan ekspor," kata Ryan, Selasa (16/5).

 

Selain itu, tren penguatan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat juga diprediksi akan berlanjut ke depan. Ini karena Federal Reserve berpeluang jeda dalam kenaikan suku bunga acuan. Ketika kurs rupiah semakin kuat, maka nilai pendapatan para eksportir menjadi turun secara nilai ketika dikonversi dari valas menjadi rupiah.

 

"Ini juga berimbas terhadap mengecilnya surplus neraca perdagangan kita," ujar Ryan.


Terakhir, ancaman perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia yang muncul pada tahun ini. Akibatnya pergerakan harga minyak dunia merosot dibanding 2022. Situasi ini juga menyeret kemerosotan harga komoditas yang lain seperti CPO dan batubara.