EmitenNews.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan bertemu DPR awal November 2023, untuk membahas sisa Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan atau RUU EBT. Center of Economic and Law Studies (Celios) mendorong agar RUU EBT segera diselesaikan.

 

Dalam keterangannya yang dikutip Minggu (29/10/2023), Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Dadan Kusdiana memastikan pihaknya  akan bertemu DPR awal November. Mereka akan membahas sisa DIM RUU EBT. Salah satunya membahas soal nuklir, yang persoalannya belum mencapai titik temu. Setelah pembahasan DIM itu rampung, baru dilanjutkan ke rapat kerja.

 

"Ada beberapa yang belum bisa diputuskan dengan Panja Pemerintah dan Panja DPR, sehingga harus diputuskan di raker yang dihadiri menteri," kata Dadan Kusdiana kepada pers, di Kementerian ESDM, Jumat (27/10/2023).

 

Sementara itu, kepada pers, Sabtu (28/10/2023), Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan harus segera diselesaikan. Pembahasan dan pengambilan keputusan atas aturan ini mesti dipercepat agar tidak berlarut-larut.

 

Pasalnya, menurut Bhima Yudhistira, banyak kerja sama pendanaan transisi energi di tingkat internasional yang membutuhkan payung hukum setara UU. Ia menilai aturan berbasis Peraturan Presiden (Perpres) ataupun regulasi lain di tingkat kementerian tidak akan cukup kuat.

 

Idealnya, UU soal dorongan transisi energi ke energi terbarukan menjadi payung hukum tertinggi dalam pembahasan transisi energi. Bhima Yudhistira mencontohkan, di Afrika Selatan misalnya, JETP (Just Energy Transition Partnership) memiliki UU sendiri. 

 

Selama ini banyak regulasi teknis tumpang tindih. Mulai dari soal insentif hingga kejelasan tarif. Karena itu, harapannya kehadiran UU tentang EBT bisa memangkas hambatan-hambatan tersebut. Di luar itu, birokrasi soal transisi energi juga bisa lebih mudah, sehingga tidak terus menimbulkan hambatan. 

 

Karena itulah, pemerintah dan DPR perlu segera mencari titik temu atas poin-poin yang belum mencapai kesepakatan. Di antaranya pembahasan soal nuklir dan skema power wheeling. Kedua pihak harus segera menemukan solusi masalah itu.

 

Dalam penilaian Bhima Yudhistra, waktunya tidak banyak lagi. Pasalnya, masalah ketergantungan PLTU  batu bara, dampak buruk ke kesehatan dan ekonomi sudah terlalu besar. Karena itu, kata dia, solusi final mendorong percepatan transisi energi terbarukan jangan tertunda lagi. ***