Direktur BALI Robby Hermanto menyampaikan secara umum segmen usaha Bali Towerindo terbagi menjadi dua, yaitu selular dan non-selular. Bisnis selular mencakup penyewaaan menara, penyewaan transmisi/ bandwidth, O&M termasuk listrik, dan back-up power.

 

Di segmen non-selular, bisnis BALI mencakup FTTX ritel dan korporasi, yakni broadband internet, pay TV, dedicated broadband internet, metro ethernet/ local loop, dan data center.

 

"Keunggulan kami di bisnis selular ialah penyedia menara terbesar di Bali, dan penyedia MCP terbesar di Jakarta," jelasnya dalam paparan publik.

 

Selain itu, semua menara BALI sudah tersambung fiber dan/atau microwave, serta mampu mengakomodir perkembangan teknologi 4G/5G sesuai kebutuhan pelanggan.

 

Sementara itu, di bisis non-selular BALI menawarkan carrier grade service dengan kecepatan tinggi dan latensi rendah. Perseroan juga mengandalkan network eksisting sehingga penggunaan capex lebih rendah dan roll-out lebih cepat. BALI pun menyediakan tim operasi dan customer service 24 jam penuh.

 

"Sesuai dengan strategi kami pengembangan roadmap ke depan selalu fokus efisiensi capex dan operasional. Jadi di kota yang kami exist selular, kami masuk non-selularnya biar bisa efisien," ujarnya.

 

Pada 2023, BALI menargetkan pendapatan Rp1 triliun-Rp1,1 triliun dengan EBITDA Margin di kisaran 68%-69%. Target pendapatan tersebut sejalan dengan rencana penambahan Menara MCP sekitar 250 unit dan penambahan jaringan Fiber to the Home dan Fiber to the Building (FTTX) 50.000 unit home-passed. Home-passed merupakan jaringan fiber optik yang melalui rumah-rumah pelanggan.

 

Untuk mendukung target dan ekspansi perseroan, BALI mengalokasikan belanja modal (capex) sekitar Rp700 miliar. Robby menambahkan, perseroan fokus kepada ekspansi organik sehingga belum merencanakan aksi akuisisi aset tower.