EmitenNews.com - Pemerintah tidak jadi menerapkan pajak untuk e-commerce dalam tahun 2026. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan, pajak untuk niaga elektronik akan dijalankan apabila ekonomi nasional sudah mulai pulih atau tumbuh di atas 6 persen. Menkeu membantah pernyataan Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto soal waktu penundaan pungutan pajak baru bagi pedagang di lokapasar atau e-commerce.

"Saya bilang akan kita jalankan kalau ekonomi sudah recover. Mungkin kita sudah akan recover. Tapi belum recover fully. Let's say ekonomi tumbuh 6 persen atau lebih, baru saya pertimbangkan," ucap Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa kepada wartawan di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, dikutip Jumat (10/10/2025).

Sebelumnya, Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menyatakan waktu penundaan pungutan pajak hanya sampai Februari 2026, dari sebelumnya diterapkan pada Juli lalu.

Menkeu menegaskan, keputusan untuk memulai pemungutan pajak terhadap suatu sektor berada di tangan dirinya. "Kan menterinya saya. Kata siapa ditunda hanya sampai Februari 2026?. Enggak, saya kan menterinya," ujar Purbaya.

Menkeu Purbaya mengatakan, penundaan rencana pungutan baru itu dilakukan sampai keadaan ekonomi yang saat ini dinilai masih cukup lesu dapat berkembang lebih baik. Itu berarti pemerintah akan menunggu kondisi ekonomi sebelum menambah beban pajak bagi masyarakat.

"Akan kita jalankan kalau ekonominya sudah recover. Mungkin kita sudah mulai pulih, tapi belum pulih sepenuhnya. Kalau ekonominya tumbuh 6% atau lebih, baru saya pertimbangkan," tutur mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan itu.

Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan aturan baru untuk mengenakan pajak bagi pedagang online. Itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37/2025, yang telah diundangkan pada 14 Juli 2025, sekaligus resmi berlaku sejak diundangkan.

Pemerintah menetapkan objek pajak tersebut akan turut dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 0,5%. Pengenaan pajak dilakukan oleh masing-masing perusahaan marketplace kepada pedagang di platformnya. Namun, penerapan itu saat ini ditunda.

Beberapa waktu lalu, Purbaya sendiri yang menyampaikan soal penundaan tersebut, meski pemerintah telah siap menerapkan skema baru itu. Tetapi, ternyata masih banyak penolakan saat aturan terbit kala itu.

"Jadi, kami tidak mau ganggu dulu daya beli sebelum dorongan ekonomi masuk ke sistem perekonomian," kata Purbaya ketika itu.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, pajak itu diterapkan terhadap pedagang daring, yang pungutannya dilakukan oleh lokapasar.

Sejauh ini, Kemenkeu banyak menerima masukan agar pedagang juga menerima perlakuan yang sama terkait pungutan pajak, yakni pungutan dilakukan secara otomatis.

Inisiatif pemerintah menyusun skema ini bertujuan untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antarpelaku usaha, tanpa menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru.

Selain itu, ketentuan ini juga bertujuan untuk memperkuat pengawasan dan menutup celah aktivitas ekonomi tersembunyi atau shadow economy. Khususnya dari pedagang daring yang kurang memahami atau enggan menghadapi proses administratif perpajakan yang dianggap rumit.

Hippindo mendukung rencana pemerintah terapkan pajak e-commerce

Sebelumnya, pertengahan tahun ini, Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menyatakan mendukung rencana pemerintah untuk menerapkan pajak terhadap pelaku usaha di e-commerce.

Dalam pernyataannya, Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah mengatakan kebijakan ini akan menciptakan skema perpajakan yang adil antara pedagang online dan offline. Langkah ini akan memastikan semua pelaku usaha memiliki kewajiban yang sama dalam membayar pajak.