EmitenNews.com - Dalam rangka pelaksanaan Kesepakatan Bersama Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI) hingga 19 Oktober 2022 melanjutkan pembelian SBN di pasar perdana sebesar Rp138,08 triliun. Pembelian SBN ini sejalan dengan program pemulihan ekonomi nasional serta pembiayaan penanganan kesehatan dan kemanusiaan dalam rangka penanganan dampak pandemi Covid-19


Kondisi likuiditas di perbankan dan perekonomian tetap longgar. Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, menyebut pada September 2022 rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tinggi, yakni mencapai 27,35%.


"Rasio ini tetap mendukung kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit, di tengah berlangsungnya normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah secara bertahap dan pemberian insentif GWM," kata Erwin dalam siaran persnya.

Likuiditas perekonomian juga tetap longgar, tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang tumbuh masing-masing sebesar 13,5% (yoy) dan 9,1% (yoy). Likuiditas yang masih longgar tersebut turut memberikan dorongan untuk pemulihan ekonomi lebih lanjut.


Kenaikan suku bunga kebijakan mendorong peningkatan suku bunga pasar uang, di tengah kenaikan suku bunga perbankan yang masih terbatas. Di pasar uang, suku bunga IndONIA pada 19 Oktober 2022 naik 102 bps dibandingkan dengan akhir Juli 2022 menjadi sebesar 3,82%, sejalan dengan kenaikan suku bunga acuan dan penguatan strategi operasi moneter Bank Indonesia.


Imbal hasil SBN tenor jangka pendek meningkat 114 bps, sementara imbal hasil SBN tenor jangka panjang relatif terjaga. Sementara itu, kenaikan suku bunga perbankan, baik suku bunga dana maupun suku bunga kredit, lebih terbatas seiring dengan likuiditas yang masih longgar yang memperpanjang efek tunda (lag effect) transmisi suku bunga kebijakan pada suku bunga dana dan kredit.(fj)