Dibandingkan dengan normalnya, durasi musim kemarau 2025 diprediksi akan lebih pendek dari biasanya pada 298 ZOM (43%).

BMKG memperkirakan kemarau basah terjadi pada Juni-Agustus 2025.

BMKG memperkirakan sebanyak 56,54% wilayah Indonesia akan mengalami kondisi lebih basah daripada normalnya. Kondisi akan berlanjut pada Juli 2025. Kemarau basah diperkirakan meluas ke 75,3% wilayah dan Agustus sebanyak 84,% wilayah.

Penting dicatat, musim kemarau basah di antaranya ditandai dengan: 1. Hujan turun secara sporadis atau tidak rutin selama musim kemarau, 2. Intensitas hujan biasanya ringan sampai sedang.

Lalu, 3. Suhu udara cenderung lebih sejuk dibanding kemarau kering, 4. Cuaca tidak menentu dan berubah dengan cepat, dan 5. Suhu udara masih terasa panas, meskipun terjadi hujan. 

Satu hal, dengan masih tingginya hujan, fenomena musim kemarau basah memberi banyak manfaat ke pertanian.

Misalnya saja, datangnya hujan akan memudahkan petani yang menanam tanaman musiman karena tetap ada curah hujan. Hujan juga mengurangi risiko kekeringan yang parah dan ongkos tinggi untuk mendatangkan sumber mata air.

Turunnya hujan juga mengurangi risiko gagal tanam akibat kekeringan. Dampak positif lainnya adalah kekeringan dan kebakaran hutan maupun lahan tidak akan parah.

Satu hal, musim kemarau basah juga menimbulkan persoalan gangguan pada pola tanam dan panen akibat curah hujan yang tidak menentu.

Risiko lainnya, munculnya serangan hama dan penyakit tanaman karena kelembaban.

Di bidang Kesehatan, beberapa penyakit yang dikhawatirkan datang saat musim kemarau basah adalah demam berdarah dan diare.

Fenomena musim kemarau basah juga meningkatkan risiko bencana seperti angin kencang, banjir, hingga tanah longsor. ***