EmitenNews.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat sebagian wilayah Indonesia mengalami kemarau basah yang diperkirakan berlangsung hingga akhir Agustus 2025. Namun, hingga kini hujan juga masih terus turun dalam intensitas tinggi. Siang, atau menjelang sore, hingga malam hari, di Jabodetabek, misalnya, hampir tiap hari masih diguyur hujan.

Fenomena musim kemarau merupakan istilah yang merujuk pada kondisi musim kemarau tetapi masih dibarengi dengan masih tingginya intensitas hujan.

Secara klimatologis, musim kemarau di Indonesia terjadi dengan curah hujan kurang dari 50 milimeter per bulan.

Data yang ada menunjukkan, fenomena musim kemarau basah sudah berulang kali terjadi di Indonesia. Di antaranya pada 2010, 2013, 2016, 2020, 2023, dan tahun ini.

Kemarau basah disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya regional dan global. Faktor-faktor ini saling berinteraksi menyebabkan curah hujan tetap tinggi.

Dinamika atmosfer adalah salah satu penyebabnya. Dinamika ini termasuk sirkulasi siklonik di sekitar Indonesia. Selain itu, ada fenomena atmosfer tropis. Contohnya Madden-Julian Oscillation (MJO) dan gelombang Kelvin.

Perubahan iklim global juga berperan penting mempengaruhi peningkatan suhu permukaan laut. Angin monsun tetap aktif. Fenomena La Nina juga berkontribusi pada kemarau basah.

Kemarau basah menimbulkan dampak yang perlu diwaspadai di berbagai sektor. Di antaranya, pertanian, sumber daya air, dan potensi bencana.

Bisa dipastikan, curah hujan yang tidak menentu dapat mengganggu siklus tanam. Selain itu, panen juga bisa terganggu. Distribusi air yang tidak merata menyebabkan kekeringan di beberapa daerah.

Hujan deras yang tiba-tiba dapat menyebabkan banjir. Selain itu, tanah longsor dan angin kencang juga bisa terjadi. Masyarakat perlu mewaspadai potensi bencana ini.

Dalam catatan BMKG, musim kemarau basah semakin sering terjadi dan berlangsung dalam durasi yang lebih panjang. Fenomena ini menunjukkan adanya trend peningkatan frekuensi dan intensitas kemarau basah di Indonesia.

Satu hal, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi padi Indonesia justru hampir selalu melonjak pada musim kemarau basah tiba. Pengecualian terjadi pada 2023 di mana produksi padi turun.

Wilayah Nusa Tenggara diprediksikan mengalami kemarau lebih awal

Merujuk pada Prediksi Musim Kemarau Tahun 2025 di Indonesia (Pemutakhiran Mei 2025,), sebanyak 403 ZOM atau zona musim (57,7%) di Indonesia diprediksi masuk musim kemarau pada periode April hingga Juni 2025. Nusa Tenggara merupakan wilayah yang diprediksikan mengalami kemarau lebih awal dibanding wilayah lainnya.

Sementara itu, musim Kemarau 2025 di Indonesia diprediksikan mulai sama hingga lebih lambat dari normalnya, mencakup 409 ZOM (59%) yang tersebar di Indonesia.

BMKG mencatat, akumulasi curah hujan musim kemarau di sebagian besar ZOM diprediksikan pada kategori Normal atau sama dengan biasanya (tidak lebih basah atau tidak lebih kering).

Dalam prediksi BMKG, puncak musim kemarau 2025 terjadi pada Agustus di sebagian besar ZOM di Indonesia. Puncak Musim Kemarau 2025 diprediksi akan sama hingga maju atau datang lebih awal dari biasanya yang mendominasi hampir keseluruhan wilayah Indonesia.