EmitenNews.com - Direktur Kewaspadaan Pangan, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA), Nita Yulianis, mengungkapkan ketahanan pangan saat ini dihadapkan pada tantangan global, mulai dari perubahan iklim ekstrem yang menyebabkan banjir dan kekeringan, hingga situasi geopolitik dunia yang berpengaruh pada pasokan dan harga komoditas pangan strategis

"NFA memiliki mandat utama untuk menjamin ketersediaan pangan yang merata, terjangkau secara harga dan berkualitas gizi. “Sesuai Peraturan Presiden No. 66 Tahun 2021, NFA bertanggung jawab dalam menjaga stabilitas sembilan komoditas pangan strategis, yakni beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas, dan cabai,” jelasnya.

Nita juga menyampaikan bahwa NFA turut berperan dalam menurunkan jumlah daerah rentan rawan pangan. “Tahun 2024, jumlah daerah rentan rawan pangan turun menjadi 62 kabupaten/kota, dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 68 kabupaten/kota,” ungkapnya.

Lebih lanjut, NFA juga mendukung target RPJMN 2025–2029 melalui berbagai kebijakan, seperti penurunan stunting, penguatan logistik pangan, pengendalian inflasi komoditas pangan, serta mendorong kemandirian dan tata kelola pangan berkelanjutan.

Salah satu isu yang juga menjadi perhatian utama adalah pengelolaan Susut dan Sisa Pangan (SSP). “RPJMN 2025–2029 menjadikan pengelolaan SSP sebagai kegiatan prioritas di bawah Program Ekosistem Ekonomi Sirkular. NFA ditunjuk sebagai instansi pengampu, dengan target mengurangi sisa pangan dari pelaku usaha dan konsumen melalui upaya penyelamatan pangan layak konsumsi,” terang Nita.

Kepala Pusat Strategi Kebijakan Kawasan Amerika-Eropa Kementerian Luar Negeri, Spica A. Tutuhatunewa, menegaskan bahwa ketahanan pangan kini menjadi substansi utama dalam perumusan strategi kebijakan luar negeri, khususnya untuk kawasan Amerika dan Eropa.

"Pertemuan ini menjadi titik awal dalam pengembangan strategi kebijakan luar negeri terkait isu pangan. Kolaborasi internasional, termasuk dengan negara-negara Nordik, sangat potensial untuk dikembangkan, terutama dalam isu Food Loss and Waste," jelas Spica.

Senada dengan itu, Kepala Sekretariat Koalisi Sistem Pangan Lestari (KSPL), Gina Karina, menyebutkan tantangan sistem pangan di Indonesia masih cukup kompleks. “Distribusi pangan yang belum merata, rendahnya akses terhadap makanan sehat dan bergizi, serta pola konsumsi yang masih dominan pada karbohidrat seperti beras, menjadi isu utama,” ujarnya.

Gina juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah bekerja sama dengan NFA dalam menyusun Buku Metode Baku Perhitungan Susut dan Sisa Pangan, sebagai salah satu langkah konkret dalam pengelolaan SSP.

Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, dalam berbagai kesempatan menyampaikan pentingnya kolaborasi lintas pemangku kepentingan dalam penyelamatan pangan. “Masuknya isu SSP ke dalam RPJMN 2025–2029 menunjukkan keseriusan pemerintah. Kolaborasi yang solid menjadi kunci untuk mengurangi sisa pangan dan membangun sistem pangan nasional yang tangguh,” ujarnya.(*)