EmitenNews.com - Kepala Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah kembali perlu meluruskan pernyataannya terkait usulan penghapusan daya listrik 450 VA. Politikus PDI Perjuangan rupanya gerah, pernyataannya yang menimbulkan kehebohan tersendiri itu, dikait-kaitkan dengan beredarnya videonya naik pesawat jet pribadi sambil merokok.


"Hampir seminggu ini di media sosial digoreng sedemikian rupa bahwa pemerintah dan Badan Anggaran DPR akan menghapus pelanggan listrik 450 VA. Bahkan serangan secara pribadi disasarkan kepada saya sehingga pembelokan isunya sudah keluar dari aspek proporsionalitas. Menyikapi perkembangan yang ada, saya perlu menjernihkan agar rakyat mendapatkan informasi utuh," kata Said Abdullah dalam keterangannya, Minggu (18/9/2022).


Menurut Said Abdullah, pada kebijakan strategis Indonesia perlu peralihan energi dari berbasis minyak bumi menuju ketenagalistrikan. Kebijakan itu harus ditempuh, kata Pria kelahiran Sumenep, Jawa Timur, 22 Oktober 1962 itu, karena ketergantungan impor yang sudah sangat besar terhadap minyak bumi. Kemampuan produksi minyak bumi kita hanya 614-650 ribu barel per hari. Sangat jomplang dengan kebutuhan Indonesia yang mencapai 1,4-1,5 juta barel per hari.


Kondisi ini mengakibatkan Indonesia terjebak dalam posisi sulit. APBN harus menanggung subsidi energi semakin besar, sehingga postur APBN dinilai tidak sehat dan rentan. Itulah yang melatarbelakangi usulan agar Indonesia segera beralih energi dari minyak bumi ke listrik. Saat ini Indonesia memiliki produksi listrik sangat besar, sanggup menopang kebutuhan energi.


Saat rapat antara Badan Anggaran DPR RI dengan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menurut Said Abdullah, sesungguhnya membicarakan agenda besar peralihan energi untuk menyehatkan APBN. Ia menyodorkan data, sebanyak 9,55 juta Rumah Tangga (RT) berdaya listrik 450 VA masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Kelompok rumah tangga kategori kemiskinan parah, menurut BPS masuk keluarga berpenghasilan kurang dari USD1,9 per hari dengan kurs Purchasing Power Parity (PPP).


"Terhadap kelompok rumah tangga seperti ini tentu saja tidak mungkin kebutuhan listriknya kita naikkan dayanya ke 900 VA. Untuk makan saja susah dan kebutuhan listriknya rata-rata hanya untuk penerangan dengan voltase rendah," tegas Said.


Kemudian, sebanyak 14,75 juta rumah tangga menggunakan daya listrik 450 VA tetapi tidak terdata dalam DTKS. Terhadap pelanggan listrik kategori ini, Badan Anggaran DPR meminta PLN, BPS, Kemensos dan Pemda melakukan verifikasi faktual untuk memastikan apakah mereka seharusnya masuk DTKS atau tidak.


Jika hasil verifikasi faktual seharusnya masuk DTKS tetapi belum terdata di DTKS, mereka harus mendapatkan akses bansos melalui pendataan DTKS dan voltase listriknya tidak dialihkan ke 900 VA. Jika hasilnya menunjukkan bukan dari keluarga miskin dan kebutuhan listriknya meningkat, inilah yang didorong untuk ditingkatkan dayanya ke 900 VA.


Berikutnya, sebanyak 8,4 juta pelanggan listrik dengan daya 900 VA terdata di dalam DTKS. Atas kelompok pelanggan ini, pemerintah juga diminta kembali melakukan verifikasi faktual. Jika hasilnya menunjukkan sebagian dari mereka dari rumah tangga mampu, mereka didorong beralih daya ke 1300 VA. Tetapi jika masih dalam kategori rumah tangga miskin, maka daya listriknya tetap kelompok 900 VA.


Selanjutnya, sebanyak 24,4 juta pelanggan listrik dengan daya 900 VA tidak masuk data DTKS. Pemerintah harus melakukan verifikasi faktual apakah sebagian dari mereka sesungguhnya telah jatuh ke rumah tangga miskin atau tidak. Jika masuk kategori rumah tangga miskin, harus dapat perlindungan bansos melalui pemutakhiran data DTKS. Terhadap kelompok ini daya listriknya dipertahankan tetap 900 VA. Sebaliknya jika ekonominya kian membaik, dan dari grafik konsumsi listriknya meningkat, mereka didorong masuk ke pelanggan 1300 VA.


Said Abdullah menjelaskan, saat ini para pelanggan listrik berdaya 450 VA dan 900 VA termasuk kategori rumah tangga yang mendapatkan subsidi listrik oleh pemerintah. Fakta itu perlu ditegaskan, kata dia, karena telah diopinikan pelanggan 900 VA tidak termasuk pelanggan listrik yang disubsidi pemerintah. “Opini ini untuk menggiring agar terjadi penolakan pelanggan berdaya 450 VA dialihkan ke 900 VA.”


Dengan semangat itu, menurut Said Abdullah, Kemensos, BPS, PLN, dan Pemda disebut harus sinergi untuk pembaharuan dan integrasi data. Badan Anggaran DPR mendorong BPS segera melakukan percepatan registrasi sosial agar akurasi program bansos sebagai kekuatan absorber semakin akurat. "Melalui data akurat kita juga bisa merumuskan kebijakan strategis lainnya seperti peralihan energi, agar pilihan-pilihan kebijakan teknisnya juga tepat." ***