EmitenNews.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerapkan sistem reward and punishment untuk mendukung pertumbuhan bursa karbon. Sistem tersebut, dapat membangun ekosistem pendukung pengembangan bursa karbon, dan pencapaian net zero emission.

“Sebagai contoh, untuk mencapai net zero emission, itu mungkin juga perlu adanya reward and punishment. Misalnya, melalui bursa karbon dan batas atas emisi industri,” tutur Inarno Djajadi, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, di Jakarta, pekan lalu.

Menyusul implementasi reward and punishment serta batas atas emisi itu, para pelaku industri harus dapat menurunkan tingkat emisi. Misalnya, menjadi 80 persen, atau akan dikenai sanksi. Upaya penurunan emisi itu, butuh pengembangan teknologi dengan biaya tidak sedikit.

Oleh karena itu, membayar pajak karbon atau membeli unit karbon dapat menjadi alternatif bagi para pelaku industri yang belum dapat menurunkan emisi agar terhindar sanksi. “Jika biaya terlalu mahal, pelaku industri bisa membayar pajak karbon atau membeli unit karbon di bursa karbon,” kata Inarno.

Upaya pengembangan ekosistem karbon itu, harus didukung seluruh stakeholder, terutama pihak-pihak sebagai primary market. “Untuk penyelenggara bursa itu ada di kita, tetapi ini secondary market-nya, sementara primary market-nya bukan kita, yaitu KLHK dan instansi terkait,” ucapnya.

Peluncuran bursa karbon pada September 2023 lalu tidak cukup mencapai target net zero emission 2060, butuh pembangunan ekosistem sekelilingnya. “Jadi, ekosistem harus dibangun secara kolektif," ujarnya.

Tahun ini, OJK optimistis transaksi bursa karbon berkembang pesat. Optimisme itu, berdasar beberapa faktor pendukung. Salah satunya peningkatan transaksi jumlah unit karbon, baik penambahan unit karbon dari skema karbon kredit atau SPEGRK dan potensi penambahan unit karbon dari skema allowance. (*)