EmitenNews.com - Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai terdapat masalah mengenai konglomerasi diperusahaan financial technology atau fintech. Ia menduga pemilik modal menggunakan orang lain untuk menjalankan fintech yang tak hanya menyediakan pinjaman dana, tetapi juga sistem pembayaran.


Menurutnya, saat ini terdapat 103 fintech yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Perinciannya, 95 fintech konvensional dan 8 syariah. “Masalah fintech ini sebenarnya bukan hanya peer to peer lending, tetapi ada yang sifatnya payment system. Ini bagaimana?” ujar Misbakhun dalam Rapat Dengan Pendapat (RDP) dengan Ketua OJK di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (3/2/2022).


Misbakhun menegaskan, harus ada pengawasan terintegrasi terhadap payment system tersebut. Ia juga mengaku ingin mengetahui data tentang konglomerasi di sektor keuangan. Misbakhun meminta OJK membuka data pemilik bank, status banknya sebagai perusahaan terbuka atau tidak, dan juga soal manajer investasinya. “Dia punya perusahaan efek apa dan memperdagangkan saham siapa saja?” tanyanya.


Menurut politisi Partai Golkar itu, hal tersebut penting dibuka ke publik. Hal itu perlu dilakukan agar semuanya transparan. “Ini penting, siapa orang yang mereka pasang sebagai pemegang saham dan siapa yang mereka pasang sebagai pengelolanya?” ungkapnya.


Misbakhun juga mencontohkan persoalan Kresna Life. Pada Juni 2021, Mahkamah Agung (MA) memutus perusahaan asuran jiwa itu pailit. “Saya minta ada pihak yang bertanggung jawab terhadap masalah Kresna ini,” tandas legislator dapil Jawa Timur II itu.


Dia pun membeberkan sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan Kresna Group, antara lain, Danasupra Danasupra Erapacific yang kini dibekukan OJK, M Cash, dan NFC Indonesia. Dia menyebut hal itu sebagai skema yang luar biasa. “Ini another Jiwasraya. Bedanya Jiwasraya kepunyaan pemerintah, kalau ini (Kresna) punya swasta,” ujar Misbakhun. 

 

Semenatar itu, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin mempertegas andil Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menindak maraknya praktik trading binary option (TBO). Pasalnya banyak masyarakat yang sudah menjadi korban dari platform ini. Platform trading binary option mengharuskan penggunanya untuk menebak kenaikan atau penurunan harga suatu aset pada periode tertentu. Karenanya, hal ini membuat platform tersebut lebih mirip seperti judi daripada trading.


“Mereka (masyarakat) tergiur keuntungan besar secara cepat yang ditawarkan oleh para afiliator. Namun, malah ternyata mengalami kerugian yang besar,” ungkap Puteri dalam keterangan pers, Kamis (3/2/2022).


Badan Pengawas Perdagangan Berjangka (Bappebti) pun telah melarang kegiatan binary option karena bertentangan dengan ketentuan opsi yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Bahkan, sepanjang 2021 Bappebti telah memblokir 92 domain platform binary option.


“Memang produknya berada dalam kewenangan Bappebti, namun transaksi keuangan efek ini juga menjadi ranah OJK seperti yang disampaikan Kementerian Perdagangan. Artinya, OJK juga memiliki peran untuk memberantas platform ini. Untuk itu, saya harap OJK dapat mengambil tindakan tegas dan terus perkuat kinerja Satgas Waspada Investasi bersama Bappebti agar entitas ilegal segera diblokir dan korban dapat diminimalisir,” ujar Puteri.


Di sisi lain, Puteri juga menyoroti kinerja OJK dalam memberantas praktik pinjol ilegal dan rencana penerbitan revisi peraturan OJK terkait fintech lending atau POJK Nomor 77 tahun 2016. “Pemblokiran platform pinjol ilegal dan kebijakan moratorium pendaftaran fintech lending masih berlaku. Tapi, pinjol ilegal masih terus muncul. Artinya, kebijakan ini perlu segera dievaluasi keberhasilannya dalam melindungi konsumen dan menjaga kualitas industri," tandas Puteri.


Karenanya, penguatan dari segi regulasi juga harus memperkuat formulasi penanganan fintech ilegal yang lebih efektif. Termasuk tetap menjamin dukungan terhadap industri fintech secara umum agar dapat berkembang dan menjaga tata kelola yang baik,” tegas politisi Partai Golkar ini.


Menutup keterangannya, Puteri juga kembali mengingatkan OJK untuk memperbaiki layanan pengaduan konsumen kantor perwakilan OJK di daerah. Hal ini dilakukan guna meningkatkan aksesibilitas konsumen terhadap layanan OJK tanpa perlu mengunjungi kantor pusat di Jakarta. 

 

Hal lain dari OJK yang di soroti oleh legislator adalah banyak kasus di industri keuangan yang kini sedang ditangani Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Semua penanganan kasus tersebut harus terinformasikan dengan jelas kepada konsumen dan pasar. Ini penting untuk menjaga kepercayaan pasar, terutama masyarakat konsumen yang mungkin dirugikan dengan industri keuangan.


Demikian disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno saat mengikuti rapat kerja Komisi XI DPR RI dengan OJK di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (2/2/2022). Dalam Undang-Undang OJK, Komisi XI DPR RI sudah merumuskan aturan main yang memberi kewenangan lebih kepada OJK untuk menyelesaikan kasus-kasus keuangan secara informatif dan berintegritas.