EmitenNews.com - Program tax amnesty II dapat meningkatkan investasi pada Surat Berharga Negara (SBN). Pemerintah menyiratkan akan kembali melaksanakan program pengampunan pajak. Kebijakan itu tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) Bab V, yang disepakati oleh pemerintah dan DPR RI akan dibawa dalam rapat paripurna DPR.


"Tahun 2022 kita butuh pemasukan banyak untuk pembayaran beban fiskal yang luar biasa berat di tengah pandemi Covid-19. Makanya, tarif pajak bagi harta yang dilaporkan secara sukarela menjadi hanya enam persen jika diinvestasikan pada SBN," kata Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah seperti dikutip dari Antara, Rabu (6/10/2021).


Melalui aturan terkait Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak, pemerintah mengatakan bahwa harta yang dilaporkan secara sukarela di dalam wilayah Indonesia hanya akan dikenakan tarif 6 persen. Dengan ketentuan, harta tersebut diinvestasikan pada sektor pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia atau diinvestasikan pada SBN.


Demikian pula dengan harta di luar wilayah Indonesia yang dilaporkan secara sukarela. Harta tersebut hanya akan dikenakan pajak sebesar 6 persen apabila telah dialihkan ke dalam wilayah Indonesia dan diinvestasikan pada sektor pengelolaan SDA dan EBT atau diinvestasikan pada SBN.


"Dengan suku bunga deposito yang rata-rata di bawah lima persen, otomatis kalau seandainya mereka mau declare harta dan boleh diinvestasikan ke SBN, mereka akan memilih SBN," katanya.


Rusli Abdullah menilai, pemerintah sengaja merancang RUU HPP untuk menjadi alat mengembalikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke bawah tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2023.


Sementara itu dalam diskusi daring, Rabu (6/10/2021), Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad menilai, pemerintah masih sulit menurunkan defisit APBN ke bawah 3 persen dari PDB. Pasalnya, penerimaan negara belum sepenuhnya pulih. Baru beberapa sektor perekonomian yang telah pulih dari dampak pandemi Covid-19.


Tauhid Ahmad mengungkapkan, pada 2023, pemerintah membutuhkan tambahan pendapatan hingga Rp700 triliun agar defisit APBN kembali di bawah 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). "Pada tahun 2023, kita membutuhkan sekitar Rp600 triliun-Rp700 triliun. Tanpa ada kenaikan sumber penerimaan negara khususnya pajak. Sangat sulit mencapai target defisit." ***