EmitenNews.com - PT Barito Pacific Tbk. (BRPT), konglomerasi energi dan petrokimia milik taipan Prajogo Pangestu, terus memperkuat dominasinya di sektor energi terbarukan nasional. Dalam riset terbarunya, UBS menginisiasi cakupan atas saham BRPT dengan rating Netral mencerminkan potensi pertumbuhan di energi hijau dan peluang pemulihan di sektor petrokimia.

Melalui anak usahanya Barito Renewables (BREN), BRPT saat ini menjadi pemain terbesar di sektor energi terbarukan Indonesia, dengan kapasitas sekitar 965 MW pada 2024. Perusahaan menargetkan ekspansi signifikan hingga 2,4 GW pada periode 2027–2032, dengan fokus pada proyek panas bumi dan energi angin.

UBS memperkirakan BRPT akan menembus kapasitas 2 GW pada 2030, dengan pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sekitar 11% selama 2024–2030. Proyek-proyek andalan antara lain berada di Hamiding (Maluku Utara) dan South Sekincau (Sumatera), yang dinilai strategis untuk mendukung transisi energi nasional dan potensi ekspor ke pasar global.

Selain energi, BRPT juga memiliki lini bisnis petrokimia yang dioperasikan oleh Chandra Asri (TPIA), pemain terbesar di Indonesia dengan kapasitas 4,2 juta ton per tahun. Meski profitabilitas sempat tertekan akibat ekspansi kapasitas besar-besaran di Tiongkok, UBS memproyeksikan sektor ini akan mulai pulih dalam jangka menengah.

Faktor pendorong pemulihan mencakup perlambatan ekspansi Tiongkok, pemulihan permintaan global, serta efek dari tensi geopolitik. UBS memperkirakan volume penjualan akan tumbuh 4% per tahun hingga 2027, dan laba bersih kembali mencetak angka positif mulai 2026.

Katalis tambahan datang dari proyek jumbo seperti Aster (kapasitas petrokimia 4,4 juta ton dan minyak 8 juta ton) dan proyek chlor-alkali senilai US$800 juta yang rencananya dimulai pada 2026 bersama Danantara.

UBS memperkirakan EBITDA dan laba bersih BRPT akan tumbuh masing-masing 19% dan 45% per tahun selama 2024–2027. Valuasi menggunakan pendekatan sum-of-the-parts (SOTP), dengan kontribusi utama dari bisnis energi terbarukan yang dinilai dengan EV/EBITDA 12x (69% dari NAV).

Sektor petrokimia dinilai menggunakan metode discounted cash flow (DCF) dengan WACC 7,3%, sementara proyek Aster dipatok valuasi sebesar US$4,3 miliar. Proyek listrik batubara Indo Raya Tenaga juga masuk dalam perhitungan dengan DCF (WACC 10,7%).

Meski potensi pertumbuhan BRPT dinilai solid, terutama di sektor energi hijau, investor disarankan tetap mencermati faktor risiko dan waktu realisasi proyek-proyek strategisnya. Dengan rating Netral, saham BRPT tetap layak dipantau, terutama untuk investor jangka panjang yang membidik sektor transisi energi dan pemulihan industri dasar.