EmitenNews.com -Fitch Ratings mempertahankan pandangan netral terhadap sektor batubara termal Indonesia, dan memperkirakan profil kredit akan tetap memadai pada tahun 2024 meskipun harga batubara mengalami moderasi. 

Cadangan kas yang kuat dan pendekatan keuangan yang konservatif memberikan ruang peringkat yang luas bagi perusahaan pertambangan batubara dan entitas jasa pertambangan, bahkan bagi mereka yang terlibat dalam investasi yang didorong oleh diversifikasi. 

“Kami memperkirakan sebagian besar entitas akan memiliki profil keuangan yang kuat, dengan karakteristik bisnis yang tetap menjadi faktor pemeringkatan utama,” tulis Fitch Ratings dalam risetnya yang dikutip, Senin (4/12/2023).

Entitas yang menerapkan strategi diversifikasi, seperti PT Adaro Indonesia Tbk (ADRO) yang memiliki rating (BBB-/Stabil) dan PT Indika Energy Tbk (INDY) dengan rating (BB-/Stabil), diperkirakan akan mengalami perubahan profil bisnis dalam 18-24 bulan ke depan seiring dengan mulai dilaksanakannya proyek-proyek baru. 

Selain itu, semakin pentingnya pertimbangan ESG dapat mempercepat perubahan profil bisnis melalui potensi aksi korporasi anorganik, meskipun hal ini kemungkinan besar didorong oleh peristiwa (event-driven). 

Fitch memperkirakan risiko refinancing pada sektor ini masih terkendali, dimana Adaro dan Indika memiliki posisi yang baik untuk menangani jatuh tempo obligasi sambil menjaga saldo kas yang sehat. Meskipun terjadi pergeseran dinamika pendanaan karena semakin pentingnya pertimbangan ESG, transisi energi secara bertahap di Asia telah memberikan fleksibilitas dalam kebijakan pinjaman untuk bank-bank regional tertentu. Bank-bank dalam negeri di Indonesia kemungkinan besar akan memainkan peran penting dalam mendanai belanja modal transisi, terutama bagi perusahaan pertambangan batu bara besar yang sudah memiliki hubungan baik.

Meningkatnya momentum global dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup, sosial dan tata kelola menekan bank-bank untuk membatasi dukungan terhadap industri batubara termal. Kerangka kebijakan pembiayaan bank mengenai pinjaman kepada perusahaan-perusahaan yang memiliki paparan batu bara termal menjadi lebih ketat sejak Perjanjian Paris tentang perubahan iklim pada tahun 2015. 

Namun demikian, Fitch percaya bahwa laju transisi energi yang lebih lambat di Asia-Pasifik, yang memungkinkan pendapatan berbasis batubara stabil, akumulasi kas yang kuat di tengah kenaikan harga batubara dan fleksibilitas dalam kebijakan pinjaman bank, membuat perusahaan-perusahaan batubara regional berada dalam posisi pendanaan yang lebih baik dibandingkan perusahaan-perusahaan non- batubara. 

Fase Transisi Energi yang bervariasi melalui berbagai tahapan transisi energi di setiap perekonomian Asia Pasifik (APAC) tercermin dalam kebijakan pinjaman sistem perbankannya. 

Di antara tiga wilayah penghasil batu bara utama di APAC – Australia, Indonesia dan Tiongkok, bank-bank Australia memimpin dengan kebijakan yang paling ketat, sementara bank-bank di Indonesia dan Tiongkok terus memberikan pinjaman ke sektor batu bara dalam negeri.