EmitenNews.com - IHSG berpotensi mencatatkan technical rebound terbatas ke kisaran 6530-6550 pada perdagangan Kamis (2/12). Hal ini didasari pertimbangan teknikal bahwa level 6500 merupakan strong support pertama IHSG dan berhimpitan dengan MA20. Selain itu, Stochastic RSI menunjukan sinyal oversold.


Menurut analis Phintraco Sekuritas, Valdy Kurniawan, salah satu faktor yang menahan potensi rebound IHSG adalah peningkatan risiko ketidakpastian akibat penemuan varian baru coronavirus dan rencana pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif oleh the Fed.

"Kekhawatiran pelaku pasar diindikasikan dari berlanjutnya net sell pada perdagangan Rabu (1/12). Akumulasi net sell investor asing mencapai Rp2.9 triliun dari 25 November 2021. Akumulasi pelemahan IHSG mencapai 2.63% pada periode yang sama," katanya.

Sejalan dengan hal tersebut, nilai tukar rupiah kembali melemah sebesar 0.14% ke Rp14,340 per USD pada Rabu sore.

Dari data ekonomi, Indonesia mengalami penurunan indeks manufaktur dari 57.2 di Oktober 2021 ke 53.9 di November 2021. Penurunan indeks manufaktur (Caixin) juga dialami Tiongkok dari 50.6 di Oktober 2021 ke 49.9 di November 2021.

Indikasi penurunan aktivitas manufaktur di Tiongkok di tengah potensi peningkatan kasus baru Covid-19 memicu kekhawatiran berlanjutnya global supply chain disruption yang memicu kenaikan inflasi, terutama di Eropa dan AS. Hal ini yang menjadi salah satu alasan the Fed mempertimbangkan pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif.

Menurut Valdy saham-saham defensif, terutama INDF, ICBP, KLBF dan TLKM dapat diperhatikan.

"Cermati potensi technical rebound pada saham-saham CPO (AALI dan SIMP), ditengah potensi rebound harga CPO seiring potensi peningkatan curah hujan untuk beberapa waktu kedepan," ujarnya.

Saham lain yang dapat diperhatikan adalah BMRI, BNBA, MPPA, TOWR dan AKRA.(fj)