EmitenNews.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini berpotensi menyusuri zona merah. Itu mengingat bursa regional mengaspal zona negatif. Dan, secara teknikal IHSG membentuk doji star rawan terjadi koreksi terlebih dahulu.
Sejatinya, sentimen positif masih datang dari rilis laporan keuangan emiten cukup memuaskan pada tahun buku 2021. Namun, harga komoditas mengalami koreksi seiring tensi geopolitik mereda, membuat harga komoditas mulai turun. Investor asing berpotensi tetap membukukan net buy.
Para investor masih menunggu data inflasi Maret 2022 dengan konsensus pasar 2,56 persen. Kondisi itu, membuat IHSG berpotensi mengalami tekanan. ”IHSG diperkirakan bergerak pada rentang support 7.030, dan resisten 7.080,” tutur Lukman Hakim, Research Analis Reliance Sekuritas.
IHSG kembali ditutup di level tertinggi, dan masih menguji resisten 7.100. Beberapa saham berpotensi naik pada perdagangan hari ini yaitu IPCM, BBCA, BCIC, ENRG, NOBU, MARI, AKRA, ISSP, IPCC, SDMU, BABP, BVIV, SILO, dan HEAL.
Pada perdagangan kemarin, IHSG menguat 0,26 persen menjadi 7.071,44. Beberapa sektor pendorong penguatan IHSG yaitu energi naik 2,56 persen, teknologi surplus 1,16 persen, dan transportasi melesat 0,95 persen. Investor asing membukukan net buy Rp1,14 trilliun, dengan saham paling banyak dikumpulkan yaitu BBCA, TLKM, dan ADMR.
Tiga indeks utama bursa saham Amerika Serikat (AS) kompak melemah. Sementara bursa Asia pagi ini sudah menghuni zona merah. Indeks Nikkei 225 melemah 1,25 persen, dan indeks Kospi tekor 0,84 persen. Koreksi dua indeks Asia itu, didorong rilis data ekonomi Japan Business Confidence Index mengalami penurunan. Sementara Korea Selatan merilis neraca dagang menjadi defisit pada Maret 2022. (*)
Related News

Dapat Tambahan Kuota FLPP, BTN Perluas Akses Rumah Layak bagi Rakyat

Periksa! Ini 10 Saham Top Losers dalam Sepekan

Cek! Berikut 10 Saham Top Gainers Pekan Ini

Surplus 3,37 Persen, Kapitalisasi Pasar Tembus Rp13.599 Triliun

1,42 Juta Wisman Kunjungi Indonesia pada Juni, Naik 8,42 Persen

Produksi Kemasan Nasional Diprediksi Tembus Rp105 Triliun di 2025