EmitenNews.com -Initial Public Offering atau (IPO) selalu menjadi momen yang dinantikan oleh investor, baik pemula maupun berpengalaman. Di satu sisi, IPO sering kali dibumbui dengan euforia pasar, harapan akan capital gain besar-besaran, dan cerita sukses perusahaan yang "naik kelas" menjadi emiten publik. Namun, di sisi lain, ada risiko overvaluasi, volatilitas jangka pendek, dan ketidakpastian fundamental bisnis yang kerap terabaikan.

Sebagai seorang investor, kita sering kali menyaksikan satu siklus yang terus berulang dalam dunia investasi: Initial Public Offering (IPO) Hype — sebuah fenomena di mana perusahaan yang baru saja melantai di bursa disambut layaknya bintang rock. Investor ritel berebut saham seperti mengejar tiket konser langka. Harga saham melonjak tajam di hari pertama perdagangan. Namun setelah itu, realita mulai menuntut logika.

IPO, pada hakikatnya, adalah momen penting dalam perjalanan sebuah perusahaan: transisi dari entitas privat ke publik. Tapi bagi investor, IPO bukan hanya selebrasi. Ia adalah keputusan investasi. Dan seperti keputusan investasi lainnya, IPO seharusnya didasari oleh analisis yang tajam, bukan emosi sesaat.

Mengapa IPO Hype Terjadi?

Pertama:  Narasi besar banyak IPO datang dengan cerita menarik: "teknologi disruptif", "market leader", "potensi eksponensial". Narasi ini menjadi alat pemasaran yang sangat kuat. Tapi narasi bukanlah angka. Narasi bisa mengangkat ekspektasi, namun belum tentu mencerminkan kinerja.

Kedua: Kelangkaan dan ketamakan saat demand lebih tinggi dari supply, euforia mudah muncul. Rasa takut ketinggalan FOMO (Fear of Missing Out) membuat investor mengambil keputusan cepat tanpa memahami fundamental perusahaan.

Ketiga: Media dan narasi publik, dunia hari ini sangat dipengaruhi opini. Media keuangan, kanal YouTube investasi, bahkan grup-grup Telegram sering memompa semangat tanpa membedakan antara analisis dan spekulasi. Ditambah lagi dengan kisah sukses pendiri atau prospek pertumbuhan, memperkuat ekspektasi investor.

Namun, euforia ini sering kali tidak sejalan dengan fundamental perusahaan. Banyak studi menunjukkan bahwa kinerja saham IPO jangka panjang cenderung underperform dibandingkan pasar, terutama setelah periode lock-up berakhir dan insiders mulai melepas saham.

Pelajaran dari Beberapa IPO yang Melejit dan Meredup

Kita bisa belajar dari banyak kasus: saham-saham yang melesat saat IPO, lalu turun drastis dalam hitungan minggu. Tidak semua IPO gagal tentu saja, tapi keberhasilan sejati bukan di harga hari pertama, melainkan pada sustainability nilai jangka panjang.

Sebagai investor yang bijak, kita seharusnya berpikir lebih jernih sembari bertanya balik:

"Jika perusahaan ini tidak IPO dan tidak viral, apakah saya tetap ingin memilikinya dalam portofolio saya? Apakah saya mengerti bisnisnya, valuasinya, dan risikonya?"

Jika jawabannya ragu-ragu, mungkin lebih baik menunggu hingga pasar tenang dan valuasi kembali rasional.

Cara Sehat Menyikapi IPO Hype

Pertama: Baca Prospektus – Ini bukan sekadar formalitas. Di sanalah Anda melihat utang perusahaan, rencana penggunaan dana, siapa pemegang saham mayoritas, dan seperti apa potensi risiko bisnis.

Kedua: Periksa Valuasi – Bandingkan dengan kompetitor di sektor yang sama. Jangan hanya melihat potensi pertumbuhan, tetapi juga harga yang Anda bayar untuk potensi tersebut.

Ketiga: Hindari Herd Mentality – Tidak ada investor sukses yang membangun kekayaan dengan meniru kerumunan.