EmitenNews.com -Penuhi aturan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) soal free float dan juga meningkatkan likuiditas harga saham di pasar, emiten farmasi PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) berencana melepas 5 hingga 6 juta kepemilikannya atas saham PT Enseval Putera Megatrading Tbk (EPMT) yang merupakan anak usahanya.

Presiden Direktur Kalbe Farma, Vidjongtius mengatakan, pihaknya telah menginformasikan ke Bursa efek Indonesia (BEI) bahwa akan menjual sekitar 5 juta hingga 6 juta saham yang dimiliki ke publik untuk memenuhi persyaratan free float. “Jadi kami sudah siapkan cuma mungkin hanya butuh proses saja. Karena transaksi kan tidak bisa langsung satu kali transaksi selesai gitu ya,”ujarnya di Jakarta, kemarin.

Mengenai harga, KLBF akan mengikuti mekanisme pasar dan melepas 5 juta hingga 6 juta saham atau untuk memenuhi kebutuhan Bursa. KLBF memastikan tahun ini ketentuan free float anak usaha akan tercapai. Seperti yang diketahui, Bursa Efek Indonesia memasukkan 78 emiten ke dalam papan pemantauan khusus per 31 Januari 2024 karena tidak memenuhi ketentuan free float. Salah satu emiten yang masuk dalam daftar adalah PT Enseval Putera Megatrading Tbk. (EPMT) yang juga merupakan anak usaha KLBF.

Saat ini KLBF menggenggam 92,47% saham atau sekitar 2,50 miliar lembar saham. Sementara itu, saham yang beredar di masyarakat adalah 7,53% atau sebanyak 203,7 juta dari 2,70 miliar saham tercatat. Kewajiban free float 7,5% tertuang dalam Peraturan Bursa Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat (Peraturan No. I-A).

Mengacu pada ketentuan V.1. dari Peraturan No. I-A, persyaratan tersebut, yaitu pertama, jumlah saham free float paling sedikit 50 juta saham dan paling sedikit 7,5% dari jumlah saham tercatat. Selain itu, PT Kalbe Farma Tbk meresmikan pembangunan fasilitas produksi radioisotop dan radiofarmaka hingga Rp200 miliar untuk keperluan deteksi dini penyakit kanker.

Disampaikan Vidjongtius, fasilitas produksi radioisotop dan radiofarmaka akan memakan nilai investasi sekitar Rp150 miliar hingga Rp200 miliar. Fasilitas tersebut akan mulai beroperasi Januari 2025 mendatang. “Kalau satu lokasi ini kira-kira Rp150 miliar-Rp200 miliar. Jadi awal tahun depan kita harapkan sudah selesai,”jelasnya.

Setelah meresmikan groundbreaking fasilitas produksi radioisotop dan radiofarmaka di Jakarta, KLBF juga akan membangun fasilitas serupa di Surabaya dengan nilai investasi yang sama. Vidjongtius menjelaskan dua fasilitas produksi alat deteksi kanker ini akan memakan belanja modal hingga Rp400 miliar dari Rp1 triliun yang dianggarkan pada 2024.

Lebih lanjut Vidjongtius mengatakan bahwa fasilitas produksi radiofarmaka yang memproduksi Fluorodeoxyglucose (FGD) ini sangat diperlukan untuk menunjang layanan pemeriksaan Positron Emission Tomography and Computed Tomography Scanning (PET/CT-Scan) yang ada di rumah sakit.