EmitenNews.com - Indocement Tunggal Prakarsa (INTP) menjalani periode 2023 dengan Penuh optimistis. Perseroan percaya bisa meraih volume penjualan tumbuh 2-4 persen. Proyeksi itu, sejalan pertumbuhan penjualan industri semen nasional 2-4 persen.


Selain itu, optimisme tersebut seiring pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). ”Di samping itu, sejumlah proyek infrastruktur, property development macam apartemen, pembangunan data warehouse tampak mulai menggeliat,” tutur Christian Kartawijaya, Direktur Utama Indocement Tunggal Prakarsa.


Khusus proyek IKN, sepanjang tahun ini, kebutuhan semen untuk pembangunan ibu kota baru tersebut diperkirakan menembus 500 ribu ton hingga 1 juta ton. Dan, perseroan siap menjadi salah satu pemasok kebutuhan semen IKN, baik dari pabrik Semen Bosowa di Maros dengan kapasitas 3,5 juta ton, maupun dari Pabrik Tarjun 2,5 juta ton. ”Kami ada tambahan kapasitas pabrik Semen Bosowa Maros. Selain itu, juga mengakuisisi terminal semen di Samarinda untuk mendukung pembangunan IKN,’’ imbuhnya.


Perseroan berkomitmen memastikan pasokan semen untuk pembangunan IKN. Oleh karena itu, perseroan tahun ini menggelontorkan belanja modal Rp1,2 triliun. Belanja modal untuk pengembangan digitalisasi, penguatan delivery, dan pengembangan energi hijau.


Di samping itu, dengan kombinasi harga lebih tinggi dari tahun lalu, dan curah hujan tinggi sejak awal tahun, permintaan semen kantong saat ini terlihat masih relatif lemah. Namun, dengan perayaan Idulfitri lebih awal tahun ini, permintaan semen kantong dapat mulai pulih pada Mei, dan berlanjut ke Semester ke-2, di mana belanja masyarakat dapat meningkat sebelum tahun pemilihan 2024. 


Sementara itu, permintaan semen curah akan tetap tumbuh karena anggaran infrastruktur terangkum dalam APBN 2023 ditetapkan 5 persen lebih tinggi dari tahun 2022. Sepanjang 2022, perseroan membukukan pendapatan bersih Rp16,33 triliun, melesat 10,5 persen dari edisi sama 2021 sejumlah Rp14,77 triliun. Itu tersebab kenaikan harga jual sepanjang tahun 2022.


Sementara itu, beban pokok pendapatan Rp11,18 triliun, meningkat 16,0 persen dari edisi sama 2021 sebesar Rp9,64 triliun. Itu terjadi karena kenaikan biaya energi, terutama dari harga batu bara, medio tahun pertama, sehingga mengurangi margin laba kotor menjadi 31,5 persen dari periode sama 2021 sebesar 34,7 persen. (*)