EmitenNews.com - Ada unsur tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus suap yang menjerat  tersangka Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof Dr Karomani. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya perintah sang profesor kepada pihak lain untuk mengalihkan uang suap ke bentuk Deposito dan Emas dengan total ditaksir mencapai Rp4,4 miliar. KPK akan mengkaji pasal TPPU dalam perkara yang saat ini melibatkan empat tersangka itu.


"Sepanjang nanti ditemukan bukti cukup untuk terpenuhinya unsur pasal TPPU, pasti KPK terapkan juga pada perkara ini," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Minggu (21/8/2022).


TPPU itu juga bertujuan untuk optimalisasi asset recovery. Selain itu, asset recovery juga berguna untuk pemasukan kas negara. Ia mengakui, dalam pengusutan unsur TPPU itu, dalam rangka optimalisasi asset recovery hasil korupsi dan pemasukan untuk kas negara.


Menurut Ali Fikri, dalam penanganan perkara, KPK tak hanya fokus soal unsur korupsi lewat pemberian hukum pidana. KPK juga fokus pada perampasan hasil korupsi milik para koruptor. "Fokus KPK saat ini dalam setiap penanganan perkara korupsi tidak hanya pada aspek pemenjaraan. Namun perampasan hasil korupsi yang dinikmati para koruptor dapat dimaksimalkan."


Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengungkap adanya upaya pengalihan uang suap oleh Rektor Universitas Lampung, Prof Karomani (KRM) dalam bentuk lain seperti deposito dan emas. Diduga, total keseluruhannya mencapai Rp 4,4 miliar.


Uang sogokan yang diterima Karomani dari pihak orang tua calon mahasiswa dialihkan dalam bentuk deposito hingga emas. KPK menyebut Karomani  memerintahkan Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Unila Budi Sutomo, dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri .


Kepada pers, Minggu (21/8/2022), Nurul Ghufron mengatakan, KPK menemukan adanya sejumlah uang yang diterima Karomani melalui Budi Sutomo dan Muhammad Basri dari pihak orang tua calon mahasiswa yang diluluskan Karomani. Atas perintah Karomani, kata dia, uang tersebut telah dialih bentuk menjadi tabungan deposito, emas batangan. Ada juga masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp4,4 miliar.


Selama proses Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila), Rektor Unila memberikan peran dan tugas khusus kepada Wakil Rektor I bidang Akademik Unila Heryandi, Muhammad Basri dan Budi Sutomo. Mereka bertugas mengumpulkan uang sesuai kesepakatan dengan pihak orang tua peserta seleksi, yang dinyatakan lulus berdasarkan penilaian yang sudah diatur Karomani.


Dalam kasus korupsi ini, Rektor Unila Prof Dr Karomani ditetapkan jadi tersangka suap penerimaan mahasiswa usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Jumat (19/8/2022). KPK juga menjaring tujuh orang lainnya di Lampung, Bandung dan Bali.


KPK menduga Karomani aktif terlibat langsung dalam penentuan kelulusan calon mahasiswa baru Simanila. Dia mematok harga bervariasi mulai dari Rp100 juta hingga Rp350 juta untuk meluluskan calon peserta yang mengikuti Simanila.


Dalam OTT Jumat itu, KPK menyita uang tunai berjumlah Rp414,5 juta, slip setoran deposito dengan nilai Rp800 juta hingga kunci safe deposit box yang diduga berisi emas senilai Rp1,4 miliar. Selain itu, KPK turut menyita kartu ATM dan buku tabungan berisi uang Rp1,8 miliar.


Dalam kasus korupsi ini, penyidik KPK juga menetapkan tersangka pemberi suap, pihak swasta Andi Desfiandi selaku pihak swasta. Andi Desfiandi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi.


Sedangkan tersangka penerima suap, Rektor Unila Prof. Karomani, Wakil Rektor I Bidang Akademik Heryandi, Ketua Senat Unila Muhammad Basri. Ketiganya, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. ***