EmitenNews.com—PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII) mencatatkan laba sebelum pajak (PBT) sebesar Rp1,48 triliun dan laba setelah pajak dan kepentingan non pengendali (PATAMI) sebesar Rp1,06 triliun per 30 September 2022.


Bank Maybank Indonesia mencatatkan PBT dan PATAMI yang relatif stabil terhadap periode laporan tahun sebelumnya sehubungan dengan loan yield yang lebih rendah akibat persaingan ketat penyaluran kredit, sehingga berimbas kepada pendapatan bunga (interest income) yang menurun. 


Di sisi lain, Maybank Indonesia mencatat provisi yang lebih rendah disebabkan oleh membaiknya kualitas kredit serta biaya dana (cost of funds), dan biaya overhead yang terkendali.


Seiring dengan menurunnya biaya dana, perseroan mencatat margin bunga bersih (net interest margin/nim) menguat dua basis poin menjadi 4,8 persen pada September 2022.


Selain  itu, emiten dengan kode saham BNII mencatat pendapatan non-bunga (fee-based income) di luar pendapatan fees global market sebesar Rp1,23 triliun yang bersumber daripada pendapatan fee terkait bisnis pembiayaan dan ritel, serta anak perusahaan. 


Sementara, fees terkait global market mengalami penurunan sebesar 63,7 persen disebabkan oleh dinamika suku bunga global dan volatilitas pasar yang menyebabkan pendapatan fee-based turun 10,4 persen yoy.


Seiring dengan aktivitas perdagangan serta bisnis yang terus bergerak naik pada sembilan bulan pertama 2022 telah mendorong permintaan akan pembiayaan, terutama bagi perusahaan berskala besar dan korporasi, serta ritel sehubungan dengan membaiknya tingkat konsumsi masyarakat. 


Adapun faktor-faktor eksternal tersebut telah berkontribusi kepada total pembiayaan yang tumbuh signifikan sebesar 12,8 persen menjadi Rp111,45 triliun dari Rp98,78 triliun tahun lalu.


Kredit segmen global banking telah mencatat pertumbuhan pesat sebesar 25,0 persen menjadi Rp45,63 triliun dari Rp36,50 triliun pada periode sama tahun sebelumnya untuk mendukung berbagai proyek pembangunan dan ekspansi bisnis, di antaranya, sektor infrastruktur, manufaktur, serta perdagangan  global.


kredit segmen community financial services (CFS) terdiri dari kredit ritel dan non-ritel tumbuh 5,7 persen menjadi Rp65,81 triliun dari Rp62,29 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kredit segmen retail small and medium enterprises (RSME) tumbuh 5,7 persen menjadi Rp12,76 triliun dari  Rp12,07 triliun. 


Sementara, bagi usaha segmen small and medium enterprises dengan segmentasi plafon  kredit lebih besar (atau disebut sebagai SME+ oleh Bank) tumbuh 1,3 persen menjadi Rp5,08 triliun dari Rp5,01 triliun seiring dengan aktivitas bisnis dan perdagangan yang kembali normal.


Bank terus melakukan upaya rebalancing terhadap portofolio pembiayaan khususnya segmen non-ritel dengan berfokus pada penyaluran kredit agar kredit tersebut dapat bermanfaat bagi kelangsungan usaha nasabah. 


Dengan demikian kredit non-ritel segmen business banking mengalami penurunan sebesar 14,9 persen, di mana hal ini berimbas kepada total kredit segmen CFS non-ritel yang turun 3,6 persen yoy. Sehubungan dengan meningkatnya daya beli masyarakat, total kredit segmen CFS ritel (konsolidasian) tumbuh 13,8 persen menjadi Rp37,74 triliun dari Rp33,18 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. 


Bisnis kartu kredit dan kredit tanpa agunan (KTA) tumbuh 12,5 persen menjadi Rp2,83 triliun dari Rp2,51 triliun, diikuti pembiayaan otomotif anak perusahaan yang tumbuh 20,0 persen menjadi Rp18,33 triliun dari Rp15,27 triliun. 


Kredit pemilikan rumah (KPR) Maybank naik 8,2 persen menjadi Rp16,03 triliun dari Rp14,82 triliun  tahun lalu, dan segmen tersebut masih terus menunjukkan pertumbuhan sejak awal 2022. Total simpanan nasabah tumbuh 5,0 persen menjadi Rp107,00 triliun dari Rp101,88 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.


CASA Bank tumbuh 21,6 persen didukung Giro yang tumbuh 33,9 persen menjadi Rp32,44  triliun dari Rp24,24 triliun sementara Tabungan naik 7,6 persen menjadi Rp22,93 triliun dari Rp21,31 triliun  tahun lalu.


Simpanan berjangka turun 8,4 persen menjadi Rp51,63 triliun dari Rp56,34 triliun tahun lalu.  Hal ini sejalan dengan strategi Bank untuk terus memperkuat likuiditas melalui simpanan berbiaya rendah, dan mengandalkan layanan digital untuk menghimpun simpanan nasabah.