EmitenNews.com - Emiten tambang batu bara  pemegang IUPK( Ijin Usaha Pertambangan Khusus) telah merasakan dampak kenaikan besaran persentase royalti penjualan terhadap laba.  Hal itu terlihat dari hasil laba bersih kuartal 1 2023 turun dibanding kuartal I 2022, walau pendapatan naik.

 

Menurut Direktur Utama PT Indika Energy Tbk (INDY), M Arsjad Rasjid PM bahwa besaran persentase royalti penjualan batu bara perlu mempertimbangkan kelangsungan usaha perusahaan tambangan dan menjaga kepentingan pendapatan negara.

 

“Jadi suatu angka yang akhirnya mempertemukan kepentingan pendapatan negera dan perusahaan tidak mati, nah angka ini yang harus di cari, equibelirum itu. Jadi kalau ditanya, pengennya pasti rendah.Tapi kita ingin angka yang adil, ” jelas dia dalam paparan publik di Jakarta, Kamis(25/5/2023).

 

Ia menambahkan, perusahaan tambang batu bara juga tidak hanya dihadapi oleh kenaikan royalty, tapi juga kewajiban DMO(Domestic Market Obligation) sebesar 25 persen penjualan ke pasar dalam negeri.

 

“DMO aja sebenarnya beban, sebab harga DMO lebih rendah dibanding di pasar . Jadi kita harus melihat secara menyeluruh,” kata dia.

 

Seperti diketahui, laba bersih INDY turun 21,4 persen dibanding kuartal 2022 menjadi USD58,925 juta pada Maret 2023. Padahal pendapatan tumbuh 9,1 persen dibanding kuartal 1 202 menjadi USD906,83 juta.

 

Pasalnya, beban pokok kontrak dan penjualan bengkak 24,03 persen  menjadi USD707,74 juta. Salah satu pos pemicunya, Royalti melonjak 185,2 persen menjadi USD251,6 juta. Dampaknya, laba kotor merosot 23,4 persen dibanding kuartal I 2022 menjadi USD199,09 juta pada akhir Maret 2023.

 

Menurut Direktur INDY, Retina Rosabai bahwa dengan beralihnya status tambang anak usaha perseroan, Kideco dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi IUPK maka persentase royalti ekpsor  naik berdasarkan klasifikasinya.

 

“Karena ijin Kideco berubah menjadi IUPK maka royalti penjualan ke dalam negeri naik dari 13,5 persen menjadi 14 persen. Sedangkan ekspor efektifnya 34 persen karena yang dipakai HBA yang tentukan pemerintah,” papar dia.