Pertemuan tersebut diarahkan untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan yang mampu mengakomodasi perkembangan teknologi serta kebutuhan pelaku industri musik nasional.

Rapat koordinasi menjadi ruang kolaborasi bagi kementerian, lembaga, dan pemangku kepentingan dalam memperkuat kebijakan tata kelola royalti di Indonesia. Melalui berbagai masukan dan rekomendasi yang disampaikan, pemerintah menargetkan ekosistem musik yang lebih transparan, akuntabel, dan berkeadilan.

Seluruh hasil pembahasan akan menjadi bahan pertimbangan Asisten Deputi Koordinasi Pemanfaatan, Pemberdayaan, dan Pelindungan Kekayaan Intelektual Kemenko Kumham Imipas dalam merumuskan rekomendasi kebijakan tata kelola royalti lagu dan/atau musik.

Revisi Undang-Undang Hak Cipta penting untuk menjawab tantangan era digital

Sebelumnya Kementerian Hukum (Kemenkum) menyebutkan revisi Undang-Undang (UU) Hak Cipta dilakukan untuk menjawab tantangan era digital. Termasuk isu kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), karya cipta digital, dan tata kelola manajemen royalti.

Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkum Agung Damarsasongko mengatakan hak cipta menjadi kunci pelindungan karya di era digital.

“Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMK) dan LMK berperan vital dalam memastikan hak ekonomi para pencipta terlindungi," ujar Agung dalam acara IP Talks, yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (14/8/2025).

Masyarakat juga perlu memiliki literasi yang baik agar memahami kewajiban menggunakan karya secara legal.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua LMKN Pencipta Dedy Kurniadi menekankan pentingnya sistem penarikan dan pendistribusian royalti yang transparan, akuntabel, dan berbasis kolaborasi.

Pasalnya, hak cipta merupakan hak ekonomi yang nyata. Dengan demikian di era digital, semua pihak harus memastikan setiap pemanfaatan karya memberi manfaat yang layak bagi penciptanya.

"Kuncinya adalah kolaborasi solid antara LMK, pemerintah, dan platform digital,” ujar Dedy Kurniadi.

LMKN memiliki mandat sebagai pintu tunggal (one gate system) dalam menghimpun royalti dari berbagai penggunaan komersial seperti media penyiaran, kafe, hotel, hingga platform digital. Kemudian didistribusikan kepada para pencipta melalui LMK yang sah.

Guru Besar Hukum Universitas Padjadjaran Prof. Ahmad Ramli menambahkan ekosistem hak cipta yang sehat memerlukan kepastian hukum, keberpihakan kepada pencipta, dan kesadaran konsumen untuk menggunakan platform resmi.

"Era digital adalah dua sisi mata uang yang menyimpan tantangan besar pembajakan sekaligus peluang distribusi dan monetisasi karya kreatif secara global,” ucap Ahmad Ramli seperti ditulis Antara. ***