EmitenNews.com—Tahun 2023 diramalkan banyak pihak akan menjadi tahun dengan kondisi ekonomi global yang semakin bergejolak, ancaman resesi, tingginya inflasi, hingga pengetatan likuiditas semakin memojokkan ekonomi banyak negara menuju pelemahan.


Dalam kondisi terburuk, Bank Dunia bahkan meramal perekonomian global akan menyusut hingga 1,9% poin menjadi 0,5% pada 2023. Bank Indonesia juga menyatakan bahwa melambatnya ekonomi global terutama akan terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Bahkan probabilitas terjadinya resesi di AS sudah mendekati 60 persen, demikian juga di Eropa.


Pemicu utama dari kondisi ekonomi AS dan Eropa adalah tingginya harga energi dan bahan makanan, serta kebijakan moneter yang diambil akan semakin mengetat. 


Kepala Ekonom PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengatakan, dibanding dengan krisis-krisis ekonomi sebelumnya, seperti yang terjadi pada 1998 dan 2008, durasi, sebaran dan keparahan krisis ekonomi 2023 berisiko lebih lama dan akut. Hal ini didorong oleh konflik geopolitik multi polar dan polemik kebijakan moneter pasca pandemi yang lebih membutuhkan kerjasama internasional terutama antar negara yang berseteru.


Pertumbuhan ekonomi telah kehilangan momentum akibat covid yang kemudian diperparah perang Rusia-Ukraina serta perang dagang AS – China yang meningkatkan risiko utang negara miskin dan potensi krisis pangan di sejumlah kawasan.


Pengaruh berbagai cost-push factors paska pandemi yang pelik terutama terkait upah, gangguan rantai pasok, lonjakan biaya energi dan pangan mempersulit upaya bank sentral mengendalikan inflasi. Kebijakan pengetatan lanjutan berisiko memicu stagflasi global.


Perekonomian Indonesia diharapkan dapat bertahan di tengah terpaan badai resesi global dengan ditunjang fundamental kuat. Perekonomian domestik secara umum masih menunjukkan ketahanan dengan ditopang peningkatan permintaan domestik, investasi yang terjaga, dan berlanjutnya kinerja positif ekspor meskipun mulai menunjukkan indikasi pelemahan temporer di September 2022


Purchasing Manufacturing Index (PMI) Indonesia meneruskan akselerasi di tengah kontraksi dan pelemahan manufaktur di negara-negara besar, seperti Eropa, Tiongkok, dan Korea Selatan.


Selain memanfaatkan kenaikan berbagai income commodity (seperti batu bara, nickel, CPO dan karet) yang lebih tegas ketimbang cost commodity (khususnya minyak mentah), program hilirisasi sektor minerba memperkuat fundamental perekonomian. 


Tidak hanya surplus neraca berjalan, tetapi juga peningkatan penerimaan pajak yang penting untuk meredam dampak kenaikan harga bahan bakar untuk tidak langsung ditanggung oleh masyarakat yang belum lama menghadapi pandemi. Program re-industrialisasi juga lebih menjanjikan dalam penciptaan kesempatan kerja terampil untuk menaikan pendapatan dan kesejahteraan.


Penerapan “productivity-driven growth” yang lebih luas merupakan perubahan paradigma “From Financing to Paying Growth” yang tercermin pada surplus neraca berjalan dan tingkat industrialisasi.


Kami menilai perubahan paradigma diatas mendesak dibudayakan pada level masyarakat melalui transforming from saving to investing society agar memiliki cadangan untuk masa tua.


Rukmini Proborini Direktur Utama Bahana TCW Investment Management mengatakan, bahwa, Bahana TCW sebagai perusahaan manajemen investasi terkemuka dan anak usaha dari Holding BUMN Asuransi dan Penjaminan (Indonesia Financial Group - IFG) berkomitmen untuk terus menghadirkan produk investasi yang dapat menjawab tantangan ekonomi 2023.


Berbekal pengalaman profesional puluhan tahun dan komitmen kuat untuk mengutamakan tata kelola (good governance) yang telah diapresiasi banyak pihak di dalam dan di luar negeri serta ditopang oleh talenta sumber daya manusia, Bahana TCW siap membantu masyarakat berinvestasi melalui berbagai asset class dan instrument.


Dengan melibatkan comprehensive assessment atas sebuah emiten yang akan menjadi underlying sebuah produk investasi serta dengan melibatkan penggunaan teknologi informasi untuk memastikan emiten yang bersangkutan memiliki going concern dan fundamental yang kuat sehingga dapat mendorong produk Reksa Dana dapat memberikan tingkat pengembalian investasi yang optimal.


Solusi dan Produk Investasi yang Ditawarkan Bahana TCW dalam menghadapi 2023, strategi Bahana TCW agar produk-produk investasi tetap dapat memberikan imbal hasil yang optimal adalah dengan memperkuat penerapan manajemen risiko.


Polemik kebijakan pasca covid 19 dan memanasnya konflik geopolitik, Bahana TCW melihat perlunya penerapan manajemen risiko yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Bahana TCW menggunakan kombinasi analisa top-down dengan bottom-up sehingga memungkinkan untuk mendapatkan imbal hasil yang optimal dengan pengelolaan risiko portofolio yang terukur.