Menkeu: Risiko Perekonomian Dunia Bergeser dari Pandemi ke Tekanan Ekonomi Global

EmitenNews.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa risiko perekonomian dunia telah bergeser dari sebelumnya, pandemi Covid-19, ke tekanan ekonomi global seperti tekanan inflasi, stagflasi, ketidakpastian pasar keuangan global, dan situasi geopolitik.
“Kondisi pelemahan di sisi keuangan negara, berbagai negara dengan inflasi yang tinggi, pengetatan suku bunga atau moneter, tentu akan memperlemah kondisi pertumbuhan ekonomi dunia. Kombinasi pelemahan ekonomi dunia dan inflasi yang masih tinggi adalah sebuah kombinasi yang sangat rumit dan berbahaya bagi para policy maker dan bagi perekonomian,” kata Menkeu dalam konferensi pers APBN KiTA, Kamis (11/08).
Menkeu mengatakan kondisi geopolitik semakin eskalatif dengan terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina, juga ketegangan yang melonjak tinggi di Taiwan. Hal tersebut akan menimbulkan tambahan risiko pada disrupsi sisi supply.
“Dengan adanya disrupsi sisi supply akibat pandemi dan dengan sekarang masalah perang atau geopolitik, sementara demand side-nya meningkat, terjadilah inflasi global yang melonjak sangat tinggi,” ujar Menkeu.
Dengan inflasi yang bergejolak atau melonjak sangat tinggi, maka kemudian dilakukan respons kebijakan moneter melalui pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga.
“Tindakan ini menimbulkan efek spillover atau rambatan ke berbagai negara. Volatilitas pasar keuangan melonjak, capital outflow terjadi di negara berkembang dan negara-negara emerging. Ini menekan nilai tukar rupiah dan juga meningkatkan cost of fund atau lonjakan biaya utang,” kata Menkeu.
Di sisi lain, Menkeu mengatakan negara-negara yang memiliki rasio utang sangat tinggi di atas 60 persen atau mendekati 100 persen pasti akan mengalami tekanan yang jauh lebih hebat melalui kenaikan nilai tukar dan lonjakan biaya bunga atau cost of fund.
"IMF menyampaikan bahwa di seluruh dunia ini ada 60 negara lebih yang berpotensi menghadapi krisis utang atau default dan ini disebabkan karena biaya utang maupun revolving atau refinancing risk yang melonjak tinggi,” ujar Menkeu.
Oleh karena itu Menkeu mengingatkan untuk terus mewaspadai spillover dari kenaikan suku bunga yang akan berpotensi menimbulkan gejolak di sektor keuangan.(fj)
Related News

Perkuat Sinergi, TCL Indonesia Gelar National Dealer Gathering 2025

PPH 21 dan PPN Bawa Penerimaan Pajak Bulan Maret Alami Rebound

Percepat Program Prioritas, Pemerintah Buka Blokir Anggaran Rp86,6T

Indonesia Bersaing dengan 72 Negara dalam Negosiasi Tarif dengan AS

BPS: April 2025 Terjadi Inflasi 1,95 Persen YoY

Lagi; Harga Emas Antam Turun Rp20.000 per Gram