EmitenNews.com - Para orang tua perlu lebih meningkatkan pengawasan terhadap anak-anaknya, terutama yang masih usia sekolah. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebutkan penyalahgunaan obat ketamin banyak dilakukan oleh anak usia sekolah, terutama di generasi Z dan Alpha. Padahal, ketamin tidak boleh dikonsumsi sembarangan, karena bisa menyebabkan halusinasi dan memiliki efek psikotropika.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Taruna Ikrar mengemukakan hal tersebut dalam keterangannya kepada pers, seperti dikutip Kamis (12/12/2024).

BPOM menemukan sebanyak 440 ribu vial ketamin didistribusikan sepanjang 2024. Sebanyak 152 ribu vial ketamin didistribusikan ke apotek umum, yang pembeliannya rentan dilakukan tanpa resep dokter.

Temuan ini menjadi perhatian utama BPOM. Pasalnya, generasi muda, apalagi masih dalam usia sekolah, seharusnya tidak mengonsumsi obat-obatan tersebut.

Saat ini, ketamin termasuk dalam golongan obat keras yang tidak bisa dikonsumsi sembarangan. Pemakaian ketamin harus berdasarkan resep dokter dan pengawasan dari tim medis.

Tetapi, berdasarkan temuan BPOM, ketamin didapatkan anak gen Z dan Alpha melalui tangan orang dewasa. Obat tersebut dibeli oleh orang dewasa di apotek, yang kemudian didistribusikan kembali ke anak usia remaja.

"Jadi anak-anak ini tidak datang ke apotek membeli. Ada kelompok punya usaha tersendiri, misalnya usaha tato, itu yang menjual, yang membeli baru didistribusikan," kata dia.

Karena sering disalahgunakan, BPOM bakal mengusulkan agar ketamin dimasukkan dalam golongan obat psikotropika.

Data yang ada menunjukkan, ketamin merupakan obat anestesi yang biasa digunakan dalam prosedur medis. Namun, ketamin juga bisa memberikan efek samping seperti halusinasi yang mirip dengan LSD (lysergic acid diethylamide) dan angel dust (phencyclidine), yang dikenal sebagai jenis jenis narkotika.

BPOM merilis data, Bali menjadi wilayah peredaran ketamin injeksi paling tinggi. Kemudian, diikuti oleh Jawa Barat, Jawa Timur pada kategori sedang. Selanjutnya ada DI Yogyakarta, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat pada kategori rendah. ***