EmitenNews.com - Kebutuhan listrik industri ramah lingkungan diprediksi meningkat ke depan. Itu seiring pertumbuhan ekonomi, dan perkembangan teknologi. Oleh karena itu, pemerintah berperan signifikan memenuhi kebutuhan listrik hijau.


Listrik ramah lingkungan, terutama untuk industri dengan mendorong bauran energi baru terbarukan (EBT). Apalagi, pemerintah telah menetapkan target bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025. ”Nah, guna mencapai target itu, pemerintah perlu terus mendorong pengembangan EBT, terutama pembangkit listrik skala besar," tutur Yusuf Rendy Manilet, Peneliti Ekonomi Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, kala dihubungi, Selasa, 26 Desember 2023. 


Menurutnya, peran swasta juga sangat penting dalam memenuhi listrik industri ramah lingkungan. Di mana, swasta dapat berperan mengembangkan berbagai sumber EBT seperti pembangkit listrik EBT, dan menyediakan layanan listrik EBT kepada industri. ”Swasta dapat berperan mengembangkan berbagai sumber EBT, seperti energi surya, energi angin, energi air, dan energi panas bumi," imbuh Yusuf. 


Sumber EBT dihasilkan swasta dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik industri atau untuk dijual kepada pihak lain. ”Swasta juga dapat menyediakan layanan listrik EBT kepada industri. Swasta dapat menyediakan layanan listrik EBT tersebut secara langsung atau bekerja sama dengan pemerintah," ucapnya. 


Namun, Yusuf menyebut diperlukan insentif dan regulasi untuk mendorong swasta masuk investasi pengembangan EBT. “Untuk itu, insentif dan regulasi tepat dapat mendorong investasi swasta dalam pengembangan EBT,” katanya. 


Salah satu perusahaan berkomitmen mendukung pertumbuhan produksi listrik Indonesia Chandra Asri Petrochemical (TPIA). Chandra Asri Group menggenjot bisnis infrastruktur terdiri dari energy, air dan jetty, dan tank melalui anak usaha yaitu Chandra Daya Investasi.


Pada sektor energi, Chandra Asri Group melalui Krakatau Chandra Energy (KCE) akan fokus pada pembangkit listrik gas combined cycle power plant (CCPP) sebesar 120 megawatt (MW). Nantinya, KCE akan berkembang menjadi perusahaan penyedia energi baru terbarukan (EBT).


Direktur Legal, External Affairs & Circular Economy Chandra Asri Group, Edi Rivai meyakini, kebutuhan listrik industri akan makin meningkat. Proyeksi itu, sejalan pertumbuhan industri petrokimia, dan hilirisasi. “Kami optimistis kebutuhan listrik akan makin tinggi, termasuk ketersediaan bahan energi ramah lingkungan,” ujarnya.


Keseriusan Chandra Asri Group bisnis energi terlihat dengan masuknya investasi USD194 juta atau sekitar Rp3,03 triliun dengan asumsi kurs jisdor Rp15.631 per dolar Amerika Serikat (USD) dari Electric Generating Public Company Limited atau EGCO Group (EGCO) produsen energi independent asal Thailand.


Kolaborasi itu, menandai tonggak sejarah penting bagi kedua perusahaan, menggabungkan keahlian Chandra Asri Group sektor kimia, dan infrastruktur dengan kemahiran EGCO bidang solusi ketenagalistrikan, dan energi.


Pada bisnis kimia, Chandra Asri Group tengah membangun pabrik chlor-alkali, dan ethylene dichloride (pabrik CA-EDC) terintegrasi berskala dunia. Pabrik CA-EDC nanti dioperasikan anak usaha CAP 2, yaitu Chandra Asri Alkali. 


Berdasar skenario, pabrik CA-EDC akan memproduksi 500 ribu metrik ton ethylene dichloride per tahun, dan lebih dari 400 ribu metrik ton caustic soda per tahun. Kehadiran pabrik EDC diharapkan dapat membantu kekurangan bahan baku di Asia Tenggara. (*)