EmitenNews.com - Euro jatuh ke level terendah 22-bulan versus dolar, serta mencapai palung multi-tahun terhadap yen, franc Swiss dan sterling karena perang di Ukraina mendorong harga komoditas dan memicu kekhawatiran akan kejutan stagflasi yang akan merugikan Eropa.


Mata uang bersama itu merosot sebanyaknya 0,6% menjadi USD1,0864 di awal perdagangan Asia, terendah sejak Mei 2020, membuka jalan ke palung 2020 di sekitar USD1,0636, demikian laporan Reuters, di Singapura, Senin (7/3).


Euro melorot di bawah satu franc Swiss, mencapai 0,9982, untuk pertama kalinya sejak Swiss meninggalkan kebijakan pembatasan euro mereka pada 2015.


Minyak berjangka, yang melonjak lebih dari 20% minggu lalu, melambung 10% setelah Amerika Serikat dan Eropa mempertimbangkan larangan impor Rusia. Harga gas Eropa mencapai rekor pada sesi Jumat.


"Ini adalah berita yang sangat buruk bagi pertumbuhan global - khususnya Eropa, mengingat ketergantungan mereka pada gas dari Rusia," kata analis ANZ.


"Semuanya, ini adalah kejutan pasokan yang besar dan buruk di atas dampak Covid yang masih ada, dengan konsekuensi inflasi yang serius yang sama sekali tidak memberi ruang bagi bank sentral untuk 'memberi pertumbuhan sebuah peluang'."


Pertempuran meningkat selama akhir pekan dan upaya gencatan senjata untuk memungkinkan warga sipil mengungsi dari kota Mariupol yang terkepung tampaknya sejauh ini gagal.

Rusia menyebut kampanye tersebut yang diluncurkan pada 24 Februari sebagai "operasi militer khusus" dan mengatakan tidak memiliki rencana untuk menduduki Ukraina.


Ketika euro jatuh ke level terendah 15-bulan di 124,78 yen dan menyentuh level terendah sejak pertengahan 2016 pada poundsterling di 82,23 pence, mata uang komoditas naik bersama harga ekspor.


Dolar Australia naik 0,3% ke level tertinggi empat bulan di USD0,7390. Harga spot untuk batubara Australia meroket lebih dari 70% dalam waktu sekitar seminggu karena pembeli mencari alternatif untuk energi Rusia. Gandum, ekspor Australia lainnya, melesat sekitar 50% sejak awal Februari. Terhadap euro yang meluncur, Aussie melejit lebih dari 10% dalam waktu sekitar satu bulan.


Dolar Selandia Baru melonjak ke level tertinggi tujuh minggu di USD0,6879, meski beberapa analis berpikir kenaikannya bisa rentan jika situasi geopolitik memburuk dan perang meluas.


Sterling terbebani aksi jual euro dan jatuh ke posisi terendah dua bulan di USD1,3201, yang disentuh akhir pekan lalu.


Dolar AS juga naik terhadap yen dan swiss franc, bertahan menguat sekitar 0,4% versus franc menjadi 0,9200 dan sekitar 0,3% lebih tinggi terhadap yen di 114,93.


Indeks Dolar AS (Indeks DXY), ukuran greenback terhadap sekeranjang enam mata uang utama, stabil di 98,826, dekat puncak 22-bulan di 98,925, Jumat lalu.


Data inflasi Amerika Serikat dan pertemuan Bank Sentral Eropa (ECB) menjadi katalis utama pekan ini yang dinantikan pasar.


Ekonom memperkirakan ECB akan menunggu hingga bulan-bulan terakhir tahun ini untuk menaikkan suku bunga, menurut jajak pendapat Reuters.