EmitenNews.com -Indonesia menargetkan net-zero carbon  pada 2060. Indonesia membuka jalan bagi kesuksesan emiten PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO). Operasional  PGEO, yang didukung oleh Pertamina dan inisiatif penting pemerintah seperti  Perpres No. 112/2022 yang mempercepat pengembangan energi terbarukan  dalam menargetkan 25% energi terbarukan pada tahun 2025. 

Research Analyst Phintraco Sekuritas Ade Muchlis Alyasa dalam risetnya menyebut, PGEO  mendapatkan akses terhadap produksi ramah lingkungan dan transfer  knowledge yang hemat biaya melalui kemitraan strategis dari Jepang dan Timur  Tengah. Khususnya, kolaborasi dengan Tokyo Electric Power Company  Holdings, Inc. (TEPCO HD) berfokus pada perluasan kapasitas melalui produksi  hidrogen, memperkuat posisi PGEO sebagai pemimpin dalam sumber energi  terbarukan di Indonesia.

Indonesia memiliki pembangkit listrik geotermal terbesar ke-2 di dunia. Negara ini mempunyai kapasitas panas bumi terpasang terbesar kedua di  dunia, menghasilkan 2.356 MW yang menyumbang 14.6% produksi global pada tahun 2022. Dengan sebaran 351 lokasi yang memiliki total potensi 23.356,9 MW, Indonesia semakin memperkuat posisinya sebagai pemimpin energi panas bumi. Salah satu keunggulan energi panas bumi adalah keandalannya, karena dapat menyediakan listrik 24/7, terlepas dari kondisi cuaca atau fluktuasi harga minyak.

Muchlis menambahkan, PGEO berencana menggunakan 85% dana IPO untuk  belanja modal yang akan digunakan pada tahun 2023 hingga 2025, dengan  rincian 55% untuk peningkatan kapasitas buat pelanggan lama. 33% untuk buat pelanggan baru. 12% untuk infrastruktur digital. Itu akan dialokasikan 2023-2025. 15% terakhir akan digunakan untuk pembayaran fasilitas keuangan. 

“Rencana ini akan menjadikan PGEO menjadi 1GW produksi sendiri pada tahun  2025. Sebelum IPO, PGEO merupakan produsen panas bumi yang paling luas,  yaitu sebesar 28% dari total produksi di Indonesia,” ujar Ade Muchlis dalam risetnya yang di kutip, Selasa (6/2/2023).

Kebijakan dividen PGEO. PGEO berencana membagikan dividen kurang dari 50% laba bersih untuk meningkatkan nilai kepada pemegang saham sekaligus meningkatkan penggunaan potensi energi panas bumi di Indonesia. Untuk tahun 2022, PGEO membayar rasio pembayaran dividen sebesar 22% dari laba bersih pada tahun 2022.

Beberapa kondisi yang berpengaruh kepada kinerja perusahaan. Industri ini membutuhkan modal yang besar, sehingga kesalahan perhitungan akan berdampak pada keuangan. Selain itu, kondisi alam juga merupakan salah satu risiko paling signifikan yang akan mengganggu operasional. Namun, PGEO memiliki kebijakan penetapan harga yang mengacu pada CPI dan PPI USA, sehingga memungkinkan untuk melakukan tawar-menawar harga uap/ listriknya.

Menggunakan metode Discounted Free Cash Flow dengan Required Return senilai 8.24% dan 4.78% Terminal Growth sebagai terminal value. “Kami menilai PGEO memiliki potensi kenaikan 24% atau Rp1,657 per saham (Perkiraan EPS 2024: 49.23 IDR atau 25x PER), sehingga kami lampirkan rating beli untuk PGEO,” tutup Ade Muchlis.