EmitenNews.com -Fenomena Initial Public Offering (IPO) atau penawaran umum perdana saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah menjadi salah satu cara bagi perusahaan untuk mendapatkan pendanaan dari publik. Namun, dengan semakin banyaknya perusahaan yang melakukan IPO, muncul pertanyaan penting: apakah perusahaan yang melakukan IPO benar-benar memiliki kualitas yang terjamin atau justru hanya dilepas tanpa seleksi ketat? Apakah proses IPO di BEI sudah cukup menyaring perusahaan-perusahaan yang memiliki fundamental yang baik, atau justru memberikan ruang bagi perusahaan-perusahaan dengan potensi buruk untuk "menggoda" investor?

Fenomena IPO: Antara Potensi dan Realita

Tren IPO di Indonesia belakangan ini meningkat pesat, dengan berbagai perusahaan berlomba untuk melantai di bursa. Setiap perusahaan yang melakukan IPO biasanya menjanjikan potensi pertumbuhan yang besar, dengan proyeksi keuangan yang menggoda dan klaim bahwa mereka akan mengubah lanskap industri. Investor ritel seringkali tergoda untuk ikut serta, berharap dapat meraup untung besar. Namun, kenyataannya tidak selalu seindah yang dijanjikan.

Beberapa perusahaan yang IPO, meskipun memiliki potensi besar, justru mengalami penurunan harga saham yang tajam setelah periode euforia berlalu. Contoh kasus seperti GoTo dan Bukalapak, meskipun memiliki visi besar dan sumber daya yang besar, harga sahamnya terjun bebas beberapa bulan setelah IPO. Ini menunjukkan bahwa meskipun IPO dapat membuka peluang bagi investor, perusahaan yang melaksanakan IPO tidak selalu memiliki kesiapan dan strategi yang matang untuk mempertahankan kinerjanya di pasar yang lebih terbuka dan terpapar fluktuasi ekonomi global.

Apa yang Menjadi Saringan dalam Proses IPO?

Di BEI, perusahaan yang ingin melakukan IPO harus melewati serangkaian proses seleksi dan regulasi yang cukup ketat. Beberapa syarat utama yang harus dipenuhi mencakup rekam jejak laba, aset perusahaan, serta relevansi sektor yang dilayani oleh perusahaan tersebut. Penjamin emisi juga diwajibkan untuk melakukan due diligence guna memastikan bahwa informasi yang disampaikan kepada publik adalah transparan dan akurat.

Namun, meskipun ada beberapa seleksi yang dilakukan, proses ini tetap memiliki celah. Beberapa perusahaan dengan kinerja buruk atau masalah keuangan bisa saja tetap melantai di bursa jika mereka memenuhi syarat administratif yang ada. Di sisi lain, meskipun perusahaan memenuhi syarat administratif, faktor seperti tata kelola perusahaan, potensi pertumbuhan jangka panjang, serta kemampuan adaptasi terhadap perubahan pasar sulit untuk dinilai hanya berdasarkan laporan keuangan dan audit. Akibatnya, meskipun IPO sah secara hukum, kualitas bisnis yang sebenarnya sering kali terabaikan.

Transparansi dan Tata Kelola Perusahaan: Kunci Kualitas IPO

Selain pemenuhan terhadap syarat administratif, kualitas tata kelola perusahaan dan keterbukaan informasi juga menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan dalam proses IPO. Proses due diligence yang dilakukan oleh penjamin emisi sangat penting untuk memastikan bahwa perusahaan IPO memiliki transparansi yang tinggi. Namun, dalam praktiknya, tetap ada peluang bagi perusahaan untuk menyembunyikan kekurangan mereka selama proses ini.

Salah satu aspek yang sering diabaikan adalah kemampuan manajemen dalam menjalankan bisnis. Jika manajemen perusahaan tidak memiliki pengalaman yang cukup atau terlibat dalam skandal, hal ini dapat mempengaruhi reputasi dan kinerja perusahaan pasca-IPO. Ini menunjukkan bahwa meskipun laporan keuangan perusahaan terlihat bersih, terdapat banyak faktor lain yang mempengaruhi kesuksesan jangka panjang perusahaan setelah IPO.

Menghadapi Realita: Banyak Perusahaan IPO Gagal Bertahan

Setelah perusahaan IPO, tantangan terbesar bukan hanya menghadapi kompetisi pasar, tetapi juga menjaga kepercayaan investor. Banyak perusahaan yang mengalami kesulitan finansial setelah IPO karena harus memenuhi ekspektasi pasar yang tinggi, sementara kenyataannya mereka belum siap untuk bersaing di pasar yang lebih terbuka dan terpapar fluktuasi ekonomi global. Ini juga berlaku di Indonesia, di mana meskipun ada beberapa perusahaan sukses setelah IPO seperti Bank Jago dan Indofood CBP, banyak perusahaan lain yang harga sahamnya merosot tajam setelah euforia awal berlalu.

Kasus WeWork di AS adalah contoh jelas bagaimana harapan pasar yang tinggi bisa berbalik menjadi kekecewaan besar setelah IPO gagal. Di Indonesia, meskipun ada sejumlah perusahaan yang berhasil sukses setelah IPO, banyak juga yang akhirnya kesulitan memenuhi ekspektasi pasar.

Menjaga Keseimbangan Antara Kualitas dan Kuantitas IPO

Secara keseluruhan, meskipun proses seleksi yang dilakukan oleh BEI terhadap perusahaan yang akan melakukan IPO sudah cukup komprehensif, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki untuk memastikan bahwa hanya perusahaan dengan kualitas terjamin yang bisa melantai di bursa. Proses seleksi tidak hanya perlu fokus pada pemenuhan persyaratan administratif, tetapi juga pada evaluasi yang lebih mendalam terhadap potensi jangka panjang perusahaan dan kemampuan manajemen dalam menjaga kestabilan dan keberlanjutan bisnis.

Bursa Efek Indonesia juga perlu memperhatikan transparansi dan tata kelola perusahaan agar investor memiliki informasi yang jelas sebelum memutuskan untuk membeli sahamnya. Pasar modal Indonesia harus lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitas IPO, agar pasar tetap sehat dan berkelanjutan.

Kesimpulan: IPO Harus Menjamin Kualitas, Bukan Hanya Kejar Target