EmitenNews.com -Perubahan struktur investor di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam beberapa tahun terakhir semakin nyata. Jika sebelumnya investor asing dominan dalam menentukan arah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), kini investor domestik—khususnya investor ritel—menjadi penopang utama pergerakan pasar. Bahkan, pada beberapa periode penting seperti saat pandemi COVID-19 dan koreksi global awal 2023, investor lokal tampil sebagai "penyelamat" dari tekanan jual asing.

Fenomena ini tentu menarik dan patut diapresiasi sebagai bentuk kedewasaan pasar modal Indonesia. Namun, di balik semangat kemandirian pasar domestik, muncul pertanyaan yang tak kalah penting: apakah dominasi investor lokal benar-benar menjadi kekuatan baru yang solid, atau justru menyimpan risiko tersembunyi bagi keberlanjutan dan stabilitas IHSG?

Dari Dominasi Asing ke Era Investor Lokal
Sejak 2020, tren partisipasi investor lokal mengalami lonjakan signifikan. Data BEI mencatat bahwa jumlah investor ritel terus tumbuh pesat dari sekitar 1,5 juta SID pada 2019 menjadi lebih dari 12 juta pada 2024. Pertumbuhan ini didorong oleh berbagai faktor, seperti kemudahan akses digital melalui aplikasi sekuritas, meningkatnya minat generasi muda terhadap investasi, serta kampanye literasi keuangan yang masif dari otoritas pasar dan perusahaan sekuritas.

Sementara itu, investor asing mulai mengurangi eksposurnya terhadap pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Ketidakpastian global, kenaikan suku bunga The Fed, tekanan inflasi, serta kekhawatiran geopolitik membuat banyak investor asing memilih pasar dengan risiko lebih rendah.

Alhasil, likuiditas dan pergerakan indeks nasional kini lebih banyak ditentukan oleh investor lokal. Data BEI menunjukkan bahwa pada 2023, investor domestik menyumbang lebih dari 65% nilai transaksi harian, bahkan mencapai lebih dari 70% pada periode tertentu. Dalam kondisi ini, IHSG tetap mampu mencatatkan penguatan meski terjadi net sell asing secara konsisten. Ini menunjukkan bahwa investor lokal memiliki peran sentral dalam menjaga daya tahan pasar.

Kekuatan Baru: Partisipasi yang Lebih Inklusif
Kehadiran investor lokal yang aktif di pasar saham memberikan sejumlah dampak positif.

Pertama, pasar menjadi lebih inklusif. Tidak lagi dimonopoli oleh institusi besar atau asing, kini setiap individu punya kesempatan untuk ikut serta membentuk arah pasar. Hal ini memperkuat rasa kepemilikan masyarakat terhadap ekonomi nasional dan menciptakan demokratisasi finansial.

Kedua, volatilitas pasar akibat arus keluar dana asing dapat ditekan. Ketika investor asing melakukan penjualan besar-besaran, kekuatan beli dari investor lokal mampu menahan tekanan tersebut. Kasus paling nyata adalah saat pandemi COVID-19 melanda di awal 2020, ketika investor ritel domestik justru melakukan pembelian bersih saat asing menarik diri.

Ketiga, distribusi portofolio menjadi lebih merata. Dengan investor lokal yang semakin cerdas dan beragam, saham-saham tidak lagi hanya dikendalikan oleh segelintir institusi besar, melainkan oleh komunitas pasar yang luas dan aktif. Bahkan, lahirnya komunitas saham berbasis media sosial turut mendorong akselerasi pertumbuhan pasar.

Risiko Tersembunyi di Balik Euforia Domestik
Meski menjanjikan, dominasi investor lokal juga membawa tantangan yang tidak bisa diabaikan.

Pertama, dari sisi kualitas transaksi. Sebagian besar investor lokal masih tergolong ritel, yang cenderung mengikuti tren jangka pendek, informasi viral, atau spekulasi musiman. Banyak saham mengalami lonjakan harga tanpa dukungan fundamental yang kuat. Hal ini menimbulkan risiko terbentuknya bubble lokal di sektor-sektor tertentu, terutama saham dengan kapitalisasi kecil dan menengah.

Kedua, investor ritel cenderung lebih rentan terhadap tekanan psikologis pasar. Saat sentimen negatif menghantam—misalnya pengumuman suku bunga global atau konflik geopolitik—gelombang aksi jual dari investor ritel dapat memperparah penurunan harga karena dilakukan secara serentak dan tanpa basis fundamental.

Ketiga, ketergantungan pada investor lokal bisa menimbulkan risiko likuiditas dalam jangka panjang. Berbeda dengan investor institusi asing yang biasanya berinvestasi dalam jumlah besar dan dalam jangka panjang, investor ritel cenderung lebih aktif melakukan trading harian atau mingguan. Jika partisipasi ritel menurun—misalnya karena kondisi ekonomi domestik melemah atau suku bunga tabungan meningkat—likuiditas pasar bisa terancam turun drastis.

Keempat, dominasi investor lokal juga bisa menimbulkan risiko stabilitas sistemik jika tidak diimbangi oleh regulasi dan edukasi yang memadai. Salah satunya adalah meningkatnya fenomena pump and dump, perdagangan berbasis rumor, hingga manipulasi harga yang tidak mudah terdeteksi oleh investor pemula.

Menuju Keseimbangan Partisipasi
Untuk menjadikan dominasi investor lokal sebagai kekuatan jangka panjang, ada beberapa hal yang perlu diperkuat.

Pertama, literasi finansial harus terus ditingkatkan, khususnya terkait manajemen risiko, diversifikasi portofolio, dan pentingnya investasi jangka panjang. Edukasi tidak boleh berhenti pada teknis pembukaan akun dan analisis teknikal, melainkan juga harus mencakup pemahaman fundamental dan makroekonomi.

Kedua, perlu ada insentif bagi investor institusi lokal seperti dana pensiun, asuransi, dan manajer investasi untuk memperbesar portofolio di saham. Keterlibatan mereka penting untuk menjaga keseimbangan pasar antara pelaku jangka pendek dan jangka panjang.