EmitenNews.com - Batu bara masih menjadi bahan baku energi yang dibutuhkan setidaknya hingga 2040 mendatang. Selama masa transisi energi ini PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) memastikan tetap akan menjaga rantai pasok batu bara ke pembangkitnya untuk menghasilkan pasokan listrik yang andal seiring pembangunan pembangkit EBT yang terus digencarkan pemerintah.


“Dalam agenda transisi energi kebutuhan Indonesia atas batu bara tidak serta merta menghilang begitu saja,” kata Direktur Pembinaan Pengusaha Batu Bara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Lana Saria dalam keterangan PLN EPI di Jakarta, Sabtu (1/7/23).


Menurutnya, Kebutuhan atas batu bara tetap dibutuhkan selama proses transisi energi, begitu juga rencana kedepan pemerintah untuk menggenjot hilirisasi batu bara bukan hanya untuk kebutuhan sektor pembangkitan.


“Untuk itu, arah roadmap ke depan adalah pengembangan dan pemanfaatan batu bara berbasis teknologi yang lebih ramah lingkungan. Sebab, meski menjalankan agenda transisi energi, Indonesia tetap harus menjaga ketahanan energi nasional,” ujar Lana.


Sejak tahun 2021 pemerintah mengembangkan pemanfaatan batu bara dengan teknologi yang ramah lingkungan sehingga mampu mereduksi emisi. Jadi, meski nantinya Indonesia tidak lagi mengoperasikan PLTU, namun industri hilir dari batu bara justru akan tumbuh.


“Ada banyak industri hilir ke depan seperti gasifikasi batu bara, briket, blending facility serta teknologi lain yang justru bisa menjadi kekuatan ekonomi dalam negeri,” ujar Lana.


PLN EPI sebagai perusahaan yang bergerak dalam rantai pasok energi primer tentu tak kehilangan peran meski Indonesia bergerak ke arah energi baru terbarukan. Sebab, pertumbuhan industri masa depan bergerak ke arah hilirisasi. Teknologi yang kian tumbuh juga mampu menjawab tantangan pengurangan emisi global tanpa harus mengesampingkan mineral yang bernilai ekonomi.


Direktur Utama PLN EPI Iwan Agung Firstantara menjelaskan PLN EPI memiliki tugas untuk menjadi perusahaan solusi energi primer yang terintegrasi se Asia Tenggara. Dalam menjawab tantangan transisi energi, justru menurut Iwan, PLN EPI bisa menjadi pemain utama dalam memastikan pasokan energi primer untuk kebutuhan industri masa depan.


“PLN EPI memiliki keunggulan dalam rantai pasok energi primer yang andal dan terintegrasi dari hulu hingga hilir. Kami mengutamakan aspek affordability, security of supply dan acceptability sehingga sumber daya mineral yang ada justru bisa menjadi motor penggerak industri yang lebih ramah lingkungan,” ujar Iwan.


Komisaris PLN EPI Singgih Widagdo menjelaskan setidaknya hingga 2030 mendatang PLN Grup masih membutuhkan pasokan batu bara untuk operasional PLTU. Hal ini diperlukan sembari menunggu pembangkit EBT yang menjadi baseload beroperasi dan menjadi backbone kelistrikan.


Namun PLN tidak tinggal diam dalam agenda pengurangan emisi karbon. Sehingga saat ini inovasi teknologi seperti co-firing dan pengembangan carbon capture storage (CCS) juga dilakukan PLN untuk bisa mereduksi emisi yang dihasilkan dari PLTU. “PLN paralel melakukan pensiun dini PLTU yang ada dengan kalkulasi yang tepat namun juga melakukan inovasi pengurangan emisi dengan teknologi co-firing dan CCUS,” ujar Singgih.(*)