EmitenNews.com - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (2019-2024) menyerahkan rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen kepada pemerintahan baru. PPN 12 persen, yang masih menimbulkan polemik itu, tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Terserah Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk menyikapi perintah UU HPP tersebut.

“Untuk PPN 12 persen, kami serahkan kepada pemerintahan yang baru,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers usai menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) kepada DPR di Jakarta, Senin (20/5/2024).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sudah lebih dahulu  mengatakan penetapan kenaikan PPN menjadi 12 persen itu, tergantung dari keputusan pemerintahan selanjutnya.

“Tergantung pemerintah (selanjutnya), programnya nanti seperti apa,” kata Menko Ekonomi Airlangga Hartarto usai Rapat Koordinasi Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) di Jakarta, Jumat (22/3/2024).

Seperti diketahui rencana kenaikan PPN 12 persen tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU HPP, tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10 persen diubah menjadi 11 persen yang sudah berlaku pada 1 April 2022. Lalu, dinaikkan lagi menjadi 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025.

Jika pemerintahan selanjutnya sepakat untuk menaikkan PPN, penyesuaian tersebut akan dimasukkan dalam Undang-Undang Anggaran Pendapat dan Belanja Negara (UU APBN) 2025.

Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menyatakan rencana kenaikan tarif PPN harus melihat momentum. Itu berarti perlu disesuaikan dengan kebijakan pemerintah lainnya yang berkaitan dengan inflasi ataupun target kenaikan upah. Ini penting, agar tak menimbulkan konsekuensi berlebihan terhadap perekonomian.

Sebenarnya pemerintah bisa mengambil opsi untuk menjalankan kebijakan PPN yang bersifat progresif, yang bermakna PPN nantinya tidak bersifat single tarif namun multi tarif dan disesuaikan dengan barang yang akan dikonsumsi oleh kelompok. pendapatan masyarakat.

Sementara itu, anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, Ahmad Lukman Jupiter menilai kenaikan PPN 12 persen pada 2025 akan berdampak terhadap daya beli warga.

“Pemerintah memang sudah umumkan rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 2025 yang dikhawatirkan semakin memukul daya beli masyarakat,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (28/3/2024).

Ada kekhawatiran, jika benar PPN menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025, daya beli masyarakat akan cenderung turun lantaran konsumen menjadi pihak yang menanggung kenaikan itu.

Karena PPN dihitung dari harga jual barang dan jasa sehingga kenaikan tarif PPN akan menambah beban biaya yang ditanggung konsumen.

Memang, sisi positifnya, pemerintah bisa mendongkrak penerimaan sekaligus menambal defisit keuangan negara. ***