EmitenNews.com - Prospek PT Dayamitra Telekomunikasi (MTEL) atau Mitratel akan makin gemilang ke depan. Performa emiten menara berpotensi tumbuh pesat seiring area cakupan meluas ke luar Pulau Jawa, dan relasi erat dengan Telkomsel.


Niko Margaronis, Analis BRI Danareksa Sekuritas menyebut dua faktor itu akan menjadi kekuatan Mitratel mencetak pertumbuhan kinerja lebih tinggi. Proyeksi pendapatan Mitratel tahun ini bisa mencapai Rp6,8 triliun atau tumbuh 10 persen dari tahun 2020. Sedang net profit akan meroket 116,4 persen secara tahunan alias year on year (Yoy) menjadi Rp1,3 triliun.  Tahun depan, revenue ditaksir Rp7,8 triliun, dan laba bersih Rp1,78 triliun. 


Saat ini, Mitratel memiliki lebih dari 28.030 unit menara, dengan 42.016 penyewaan tersebar seluruh Indonesia. Sebanyak 57 persen dari total menara itu, berlokasi di luar pulau Jawa. ”Mungkin sebelumnya, captive market Mitratel di luar Pulau Jawa hanya Telkomsel, karena 10 tahun lalu wilayah ini belum menarik bagi operator lain. Tetapi sejak 2018, XL sudah mengumumkan ekspansi ke luar Jawa. Sehingga Mitratel makin menarik karena rasio kolokasinya akan naik ke depan,” tutur Niko, Kamis (23/12).


Peningkatan kolokasi itu, terutama akan terjadi di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Dengan begitu, keuntungan Mitratel makin bertambah karena sudah memiliki menara pada tiga pulau tersebut. Sementara Telkomsel telah mengalihkan 10.050 menara kepada Mitratel. Operator telekomunikasi nomor wahid di Indonesia itu, masih memiliki ribuan menara berpeluang dilepas ke Mitratel. 


Faktor itu, akan membuat Mitratel makin seksi. Maklum, sebelumnya menara-menara itu, bersifat single tenant atau hanya bisa dipakai Telkomsel. Namun, dengan diakuisisi Mitratel, sudah bisa dipasarkan untuk digunakan operator lain. ”Tentu ini akan membawa untung besar bagi Mitratel,” tegas Niko. 


Per kuartal III-2021, Danareksa Sekuritas memprediksi pendapatan Mitratel akan tumbuh 2-3 persen dibanding kuartal sebelumnya. Proyeksi itu, berdasar laporan Telkom Group yang mencatatkan peningkatan pendapatan menara dari eksternal sebesar dua digit secara tahunan, dan naik 2 persen dibanding kuartal II. Pertumbuhan pastinya kemungkinan bisa lebih tinggi karena belum ada data pendapatan Mitratel bersumber dari Telkomsel. 


Perkiraannya, revenue didapat dari Telkomsel akan naik lebih besar karena pendapatan dua kompetitor terbesarnya yaitu Tower Bersama (TBIG), dan Sarana Nusantara Infrastructure (TOWR) bersumber dari Telkomsel tidak naik signifikan. Sedang laba bersih Mitratel diperkirakan bisa tumbuh lebih tinggi yaitu sekitar 5 persen. ”Bottom Line bisnis menara yang punya leverage rendah pasti kenaikan marginnya akan lebih tinggi,” ulasnya.


Hal senada diungkap Mandiri Sekuritas (Mansek). Mansek memandang prospek pertumbuhan Mitratel sangat menarik mengingat tren konsolidasi industri menara, dan permintaan atas akses internet terus menanjak. ”Menara telekomunikasi saat ini salah satu infrastruktur utama penyediaan akses internet nasional,” tegas Kresna Hutabarat, Analis Mandiri Sekuritas.


Mansek memperkirakan pendapatan Mitratel hingga pengujung tahun bisa mencapai Rp6,71 triliun atau tumbuh 8,5 persen dari tahun lalu. Selain itu, EBITDA ditaksir naik 19,8 persen Yoy jadi Rp5 triliun, dan laba bersih akan melesat 127,2 persen Yoy ke Rp1,36 trilin. Per kuartal III-2021, Mitratel memiliki modal kuat untuk mempertahankan pertumbuhan revenue, dan profit kencang karena kolokasi permintaan organik, dan dukungan dari akuisisi menara Telkomsel.


Seiring prospek kinerja mentereng itu, Danareksa Sekuritas dan Mansek memperkirakan prospek harga saham Mitratel ke depan makin positif. Harga saat ini dinilai sangat menarik untuk dibeli karena sudah sangat murah. Niko merekomendasikan beli saham Mitratel dengan target Rp1.040 per lembar, menyiratkan 14,2x enterprise value to earning/earning before interest tax, depreciation, and amortization (EV/EBITDA).


Valuasi Mitratel saat IPO juga sudah cukup rendah yaitu sekitar 11x. Sementara beckmark valuasi emiten menara sekitar 13x EV/EBITDA. Saat ini, valuasi Mitratel sudah makin murah.  Penurunan valuasi itu, kemungkinan investor masih ragu-ragu karena saham emiten menara punya korelasi dengan suku bunga, mengingat utang perusahaan sejenis ini cukup besar. Selain itu, investor kemungkinan berpikir Mitratel tidak akan berkembang karena hanya menyewakan menara ke Telkomsel. 


”Padahal rasio leverage Mitratel saat ini sangat kecil. Utang Mitratel ada sekitar Rp19 triliun tetapi perusahaan baru dapat dana IPO Rp18,5 triliun. Jadi, rasio utang Mitratel sangat tipis sehingga tidak banyak terpengaruh kalau suku bunga naik,” bebernya.


Sementara Kresna menilai penurunan harga saham saat ini bukan hanya menerpa Mitratel. Secara keseluruhan, saham-saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) menghadapi volatilitas lebih tinggi untuk jangka pendek. Itu karena ada risiko pertumbuhan ekonomi global seiring merebaknya kasus Covid-19 varian Omicron. 


Namun, secara fundamental, Mansek melihat Mitratel saat ini berada pada posisi yang relatif aman. Memiliki peluang, kemampuan kuat menumbuhkan skala bisnis, dan profitabilitas perusahaan secara konsisten. Dalam konteks investasi juga mempertimbangkan prospek imbal hasil, dan keberlanjutan pertumbuhan laba jangka menengah, dan panjang. Saham Mitratel memiliki prospek sangat positif. Mansek merekomendasikan buy saham Mitratel dengan target harga Rp970. Itu menggambarkan valuasi Mitratel 15 x EV/EBITDA pada 2022. (*)