EmitenNews.com -  Saham PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) menguat 1,10% ke level 1.380 pada perdagangan Selasa (20/12). Penguatan harga ini terjadi dua hari sebelum cum date atau berakhirnya masa perdagangan saham untuk mendapatkan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) pada 22 Desember mendatang. 

 

Sejatinya, sejak awal Desember 2022, saham BBTN telah bergerak turun dari posisi Rp1.535 menuju Rp1.365 pada penutupan Jumat 16 Desember lalu. Saham emiten spesialis pembiayaan properti ini telah terkoreksi 11,07% dalam 12 hari perdagangan bursa. Hal ini menimbulkan pertanyaan di kalangan investor apakah rights issue BBTN layak untuk diikuti?

 

Analis Jasa Utama Capital Cheryl Tanuwijaya menilai rights issue BBTN tetap menarik untuk diikuti karena harganya cukup murah. Menurutnya, dengan posisi saham BBTN saat ini, risiko untuk penurunan harga jauh lebih rendah dibandingkan potensi kenaikannya.

 

“Sebenarnya anomali ketika saham BBTN terkoreksi menjelang cum date rights issue. Namun, begitulah market, bisa bergerak di luar kebiasaan dan prediksi banyak analis. Rights issue BBTN kali ini bakal sukses karena mereka punya rekam jejak positif dalam melakukan aksi korporasi,” ujarnya.

 

Cherly menjabarkan BTN pernah sukses melakukan dua aksi korporasi terkait saham, yakni Initial Public Offering (IPO) pada 2009 dengan meraup dana Rp1,88 triliun dan rights issue pertama pada 2012 dengan nilai Rp1,87 triliun. Kedua aksi korporasi sukses terlaksana, meski kondisi ekonomi saat itu penuh tekanan.

 

“IPO BTN digelar 2009 ketika dunia sedang gonjang ganjing krisis subprime mortgage di Amerika. Bayangkan, ini adalah krisis yang bermula dari kredit properti dan efeknya menjalar ke banyak negara. Namun, seperti kita tahu, IPO BTN tetap sukses terlaksana,” ujarnya.

 

Begitu pula saat menggelar rights issue pertama pada 2012. Aksi korporasi dilakukan di saat The Fed mulai menghentikan stimulus ekonomi yang digelontorkan untuk memulihkan ekonomi akibat krisis 2008. Situasi yang dikenal dengan taper tantrum itu membuat likuiditas dolar di sejumlah negara berkembang tiba tiba mengering. Namun, rights issue BBTN juga tetap sukses.   

 

Bahkan, kata Cheryl, valuasi dalam dua aksi korporasi sebelumnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rights issue tahun ini. Pada 2009, BTN menggelar IPO dengan melepas 2,36 miliar saham baru dengan harga saham perdana Rp800. Nilai itu setara dengan 1,5x price to book value (PBV) BTN sebelum IPO. 

 

Price to book value (PBV) adalah rasio yang digunakan untuk membandingkan harga saham terhadap nilai buku perusahaan. Rasio price to book value yang lebih kecil dari 1 dapat mengindikasikan saham perusahaan adalah murah karena masih lebih rendah dari nilai buku, begitu pula sebaliknya.