Pada 2012, BTN menggelar rights issue dengan melepas 1,51 miliar saham baru  dengan harga pelaksanaan Rp1.235 atau setara dengan 1,3x PBV. Kala itu nilai buku per saham BTN sebelum rights issue di sekitar Rp920.

 

Setelah 10 tahun berlalu, nilai buku per saham BBTN saat ini menembus Rp2.039. Dengan harga pelaksanaan rights issue Rp1.200 maka itu setara dengan 0,58x PBV. Secara nominal, harga pelaksanaan RI pada 10 tahun lalu juga lebih tinggi dibandingkan harga RI tahun ini.

 

“Artinya ini kesempatan bagi investor untuk mendapatkan saham BTN dengan harga lebih rendah dibandingkan pemegang saham lama BTN. Ini hal yang langka terjadi di emiten bank besar,” ujarnya.

 

Faktor lainnya, adalah valuasi saham induk BBTN juga masih lebih murah dengan bank lainnya. Saat ini harga saham BBTN diperdagangkan pada 0,67x PBV. Bandingkan dengan BBCA di sekitar 5x PBV, BBRI di 2,54x dan BMRI di 2,22x PBV.

 

Bila kembali ke 1x PBV maka hal itu mencerminkan kenaikan saham BBTN sekitar 49% dibandingkan harga akhir pekan lalu. “Tidak muluk-muluk harga saham BBTN bisa kembali ke 1x PBV bahkan lebih,” ujarnya.

 

Secara fundamental, kinerja BBTN juga diprediksi tumbuh solid pada tahun depan yang didukung oleh permodalan yang kuat dan likuiditas yang melimpah, termasuk dana murah. Sejumlah sekuritas memberikan prediksi positif untuk kinerja BTN pada tahun depan, pasca rights issue.

 

Salah satunya merupakan riset Kiwoom Sekuritas Indonesia yang menyatakan aksi korporasi rights issue yang akan dilakukan oleh BBTN akan menopang kinerja pada tahun depan.


“Kami melihat ini bisa meningkatkan capital adequacy ratio (CAR) BBTN,” tulis riset Kiwoom.

 

Kiwoom juga menyoroti perbaikan struktur dana BBTN yang berdampak pada penurunan biaya dana. Hingga akhir September 2022, BBTN menghimpun dana tabungan dan giro (current account saving account/CASA) sebesar Rp143,59 triliun, naik 18,7% dibandingkan setahun sebelumnya.