EmitenNews.com -BUMN karya PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) bersama 11 lembaga keuangan telah menyepakati Master Restructuring Agreement (MRA) dengan nilai outstanding sebesar Rp24,20 triliun.

Nilai tersebut setara dengan jumlah 87,1% dari utang yang direstrukturisasi per posisi 23 Januari 2024. Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko WIKA, Adityo Kusumo dan Direktur HC Management WIKA, Hadjar Seti Aji bersama pimpinan lembaga keuangan.

Penandatanganan kesepakatan restrukturisasi atau MRA itu disaksikan langsung oleh Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo dan Direktur Utama WIKA, Agung Budi Waskito di Jakarta (23/1).

Agung mengatakan, tercapainya kesepakatan tersebut menjadi satu langkah maju dalam proses restrukturisasi keuangan, sekaligus mengakselerasi laju penyehatan Perseroan.

"Kesepakatan ini menunjukkan upaya penyehatan WIKA mendapatkan dukungan sepenuhnya dari Kementerian BUMN , serta para lembaga keuangan yang bekerja sama dengan WIKA selama ini. Mereka percaya bahwa WIKA mampu untuk pulih dan mau ambil andil dalam gerakan tersebut," ujar Agung dalam keterangan resminya, Jakarta, Rabu (24/1/2024).

Dengan tercapainya MRA, WIKA kini dapat fokus untuk melanjutkan metode stream penyehatan lainnya demi mewujudkan fundamental yang kuat dan menjalankan bisnis secara berkelanjutan.

"Perseroan juga bertekad untuk mendorong aktivitas operasi sekaligus menuntaskan proyek-proyek strategis yang telah dipercayakan kepada Perseroan dengan baik," jelas Agung.

Progres dari Penyehatan WIKA

Selain restrukturisasi keuangan, metode stream penyehatan yang telah dirumuskan oleh WIKA menunjukkan progres. Metode penguatan struktur permodalan telah mendapatkan dukungan dari pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) RI No 76 Tahun 2023 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2024 dan persetujuan Penambahan Modal dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue lewat RUPSLB 12 Januari 2024.

Perseroan juga mengambil langkah perbaikan portofolio orderbook di mana pada saat ini, 93% dari proyek yang dikerjakan WIKA telah menggunakan mekanisme monthly progress payment, sehingga proyek-proyek yang dimiliki WIKA mampu beroperasi secara mandiri, berubah signifikan dibandingkan periode 2016 yang mana proyek dengan mekanisme tersebut hanya sebesar 40% dari total portofolio WIKA.

Sementara itu, penguatan tata kelola dan manajemen risiko dengan tiga program telah terealisasi pada 2023 oleh perseroan, yaitu pemuktahiran sistem ERP secara menyeluruh, baik di proyek yang dikerjakan WIKA dengan mekanisme Kerja sama Operasi (KSO) dan non KSO.

Juga penerapan four eyes principles, dan aktivasi Digital Control Tower (DCT) sebagai fasilitas pemantauan kinerja perusahaan secara real time dengan mengintegrasikan aplikasi untuk memperoleh data-data sehingga keputusan dapat diambil dengan cepat dan lebih akurat.

Metode percepatan penagihan piutang bermasalah juga telah membuahkan hasil dengan dibentuknya Divisi Asset Management yang bertanggung jawab langsung kepada Direksi dan terbukti telah menunjukkan penurunan nilai piutang bermasalah sebesar 21% hingga September 2023 dibandingkan Desember 2022.

Agung menambahkan, realisasi dari berbagai program tersebut menunjukan bahwa metode penyehatan sebagai bagian dari transformasi yang tengah berlangsung are on the right track dan diyakini mampu membawa WIKA kembali pada kejayaan sekaligus mencapai keberlanjutannya.

"Ini menunjukan kesungguhan kami dalam melakukan transformasi, sehingga WIKA bisa menjadi lebih kuat dan siap melangkah lebih jauh di masa depan," tukasnya.

Berdasarkan data RTI Business, saham WIKA masih disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai buntut dari gagal bayar pokok Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I tahun 2020 Seri A yang jatuh tempo pada 18 Desember 2023 senilai Rp184 miliar.