Right Issue INET Rp3,2T: Jebakan Dilusi atau Rejeki Nomplok 2026?
Rights Issue INET Rp3,2T: Jebakan Dilusi atau Rejeki Nomplok 2026? Source: IDX Channel
EmitenNews.com - Langkah PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk (INET) menggelar Right Issue senilai Rp3,2 triliun bukanlah sekadar aksi korporasi rutin untuk menambah modal kerja, melainkan sebuah peristiwa company resetting yang mengubah total DNA perusahaan secara fundamental.
Investor yang hanya membedah INET berdasarkan kinerja historis atau laporan keuangan kuartal III-2025 akan kehilangan konteks besar, karena suntikan dana ini bernilai hampir 15 kali lipat dari total ekuitas perusahaan sebelum aksi korporasi.
Dalam perspektif fundamental, INET saat ini harus dipandang sebagai "cangkang" potensial yang baru saja diisi bahan bakar nuklir, di mana valuasi masa lalu menjadi tidak relevan dan masa depan sepenuhnya bergantung pada efisiensi alokasi modal jumbo tersebut.
Anatomi Dilusi dan Gravitasi Harga Teoretis
Struktur penawaran dengan rasio 3:4—di mana setiap kepemilikan 3 saham lama berhak atas 4 saham baru—menciptakan efek dilusi yang sangat masif, mencapai kisaran 57% bagi pemegang saham yang tidak mengeksekusi haknya.
Dengan harga pelaksanaan (exercise price) yang dipatok Rp250 per lembar, jauh di bawah harga pasar yang bergerak di area Rp855 pada 23 Desember 2025, pasar dipaksa melakukan penyesuaian valuasi yang drastis.
Secara matematis, harga pasar saat ini akan tertekan menuju keseimbangan baru atau Theoretical Ex-Right Price (TERP) di kisaran Rp509. Disparitas harga ini menegaskan bahwa area Rp250 adalah titik masuk yang dirancang untuk investor institusi atau strategis, sementara bagi investor ritel menjadi pengingat keras bahwa tidak menebus hak berarti merelakan nilai investasi tergerus oleh "gravitasi" harga baru yang terkoreksi tajam pasca-right issue.
Anomali Neraca: Metamorfosis Menjadi "Cash Box"
Bedah neraca pasca aksi korporasi menunjukkan anomali yang menarik. Sebelum aksi ini, INET adalah perusahaan dengan aset di kisaran Rp200-an miliar yang berhasil mencetak lonjakan laba bersih menjadi Rp19,4 miliar.
Ketika dana tunai Rp3,2 triliun masuk, akan menggembungkan ekuitas perseroan menjadi sekitar Rp3,4 triliun secara instan. Kondisi ini mengubah profil risiko perusahaan dari yang sebelumnya memiliki keterbatasan likuiditas menjadi sebuah entitas cash rich atau "Cash Box".
Dengan asumsi jumlah saham beredar baru mencapai 20,3 miliar lembar, nilai buku per saham (Book Value Per Share) akan terdilusi sekaligus terkalibrasi ulang ke level Rp168 hingga Rp170. Pada harga teoritis Rp509, INET diperdagangkan dengan implied PBV sekitar 3,0 kali. Angka ini mencerminkan optimisme pasar yang tinggi terhadap potensi pertumbuhan ekspansif dari belanja modal yang agresif.
Pertaruhan Nilai Intrinsik: Eksekusi Adalah Kunci
Menentukan nilai intrinsik (intrinsic value) INET saat ini tidak bisa menggunakan metode konvensional seperti Discounted Cash Flow (DCF) berbasis kinerja masa lalu, karena pemicu nilainya terletak sepenuhnya pada masa depan.
Valuasi INET saat ini adalah pertaruhan terhadap kemampuan manajemen dalam mengonversi tumpukan uang tunai Rp3,2 triliun menjadi aset produktif yang menghasilkan arus kas berulang (recurring income).
Jika dana tersebut berhasil dibelanjakan untuk akuisisi infrastruktur serat optik atau kabel laut yang strategis dengan tingkat pengembalian ekuitas (ROE) konservatif sebesar 10-15%, maka INET berpotensi mencetak laba bersih Rp300 hingga Rp400 miliar per tahun dalam periode 2026-2027.
Skenario bullish ini akan memvalidasi valuasi saat ini. Sebaliknya, risiko terbesar bagi investor adalah jika dana tersebut mengendap (idle) atau dialokasikan pada proyek dengan IRR rendah, akan membuat valuasi perusahaan runtuh kembali ke nilai bukunya.
Oleh karena itu, INET adalah instrumen investasi dengan profil High Risk, High Reward, cocok bagi investor yang siap berpartisipasi penuh dalam penebusan hak atau memiliki keyakinan penuh pada visi transformasi manajemen baru.
Related News
Bumi di Persimpangan Jalan? Analisis Rahasia Lonjakan FFO 26 Persen
Bukan Sekadar Harga Batu Bara: Bedah Rahasia Rating idA+ BUMI!
BUMI Rajai Likuiditas: Jebakan Volume atau Efek Nyata Deleveraging?
Battle Fundamental RLCO vs SUPA: Siapakah Sang Juara Pencetak Laba?
Bukan Sekadar ARA: Bedah Arus Kas RLCO Menuju Target Cuan 2026!
IHSG Turun Tapi Asing Masuk Rp3,2T: Jebakan Harga atau Peluang Value?





