EmitenNews.com - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sedang menyiapkan program serius, untuk membantu perkembangan Bank Perekonomian Rakyat (BPR). LPS mengembangkan program infrastruktur digital untuk BPR, dengan anggaran Rp160 miliar. Harapannya, memperbaiki manajemen BPR, agar dapat lebih bersaing di industri yang serba digital.

"Kita sedang mengembangkan IT BPR. Komisi XI DPR sudah menyetujui. Hubungan dengan OJK sudah aman, akan dioperasikan berdua," ungkap Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan, Purbaya Yudhi Sadewa dalam Outlook Ekonomi DPR di Jakarta, Selasa (20/5/2025). 

Program tersebut akan dimulai dengan pilot project untuk 100 BPR. LPS akan berdiskusi dengan Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) dalam menentukan peserta awal.

"Kita kasih investor IT-nya. Kalau BPR enggak mampu, kita kasih sistem komputernya juga hardware-nya juga, software-hardware. Jadi ini program yang serius. Nanti saya harapkan kalau jalan, BPR, utama yang kecil-kecil ya yang enggak mampu beli sendiri, itu punya sistem yang bagus," terang Purbaya selepas acara tersebut.

Program ini menjadi upaya OJK dan LPS dalam menyediakan IT, serta perbaikan manajemen untuk BPR. Dengan demikian, kelak, BPR dapat lebih bersaing di industri yang semakin serba digital. Bisa bersaing dengan perbankan, dengan pinjol. Bisa bersaing di zaman digital ini. 

“Nantinya, masuk dalam jaringan database. Nanti, bisa dikasih tahu kalau peminjam nakal, jadi nggak bisa pinjam di tempat lain. Harapannya, manajemen BPR akan lebih kuat. Akan ada pelatihan-pelatihan lewat sistem IT yang dibangun LPS," jelas Purbaya.

Penyebab pencabutan izin usaha BPR karena fraud

Sebelumnya, OJK menegaskan, sebagian besar penyebab tutup atau pencabutan izin usaha (CIU) BPR, atau BPRS, belakangan ini, karena adanya permasalahan tata kelola yang tidak optimal atau fraud.

"Dalam menyikapi itu OJK melakukan tindak lanjut termasuk tindak hukum pada pihak-pihak yang terlibat. Ini kalau disertai fraud tindak pidana yang diikuti penegakan hukum," ujar Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, dalam press conference RDK OJK, Selasa (7/1/2025).

Menjelang akhir tahun 2024, jumlah BPR bangkrut telah tembus 20. Jumlah BPR jatuh saat ini melampaui rata-rata jumlah bank jatuh setiap tahunnya menurut Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yakni sebanyak 6 hingga 7 BPR jatuh.

Direktur Eksekutif Hukum LPS Ary Zulfikar mengungkapkan ada tiga celah para pelaku fraud di BPR. Pertama, pengawasan berjenjang yang tidak berjalan di BPR terkait, dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab.

Ary mengungkapkan tidak hanya pemegang saham saja yang melakukan fraud, tapi juga para direksi hingga pegawai.

"Jadi ada kewenangan yang pegawai itu miliki dan tidak ada pengawasan," kata Ary Zulfikar, di LPS Morning Talks di Kantor LPS, Selasa (17/12/2024).

Teknologi informasi (IT) menjadi penting untuk mengelola tata kelola yang baik. Sebab dengan sistem IT, permintaan kredit bodong dapat ditolak secara otomatis.

Kerap kali, fraud dilakukan antara calon debitur bekerja sama dengan direksi yang mempunyai kewenangan memberikan kredit. Lantas, calon debitur itu dengan mudah menerima kredit tanpa melalui assessment atau penilaian. Kemudian terjadi kickback kredit atau pembayaran ilegal kepada pejabat bank tersebut. ***