EmitenNews.com - PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC), emiten produsen base metal di Indonesia, terus menggencarkan produksi smelter timbal yang sudah mulai diuji coba produksi sejak awal tahun 2022. Hal tersebut merupakan salah satu upaya ZINC dalam mendukung proses hilirisasi mineral yang ditetapkan oleh Pemerintah.

 

Sebelumnya, Pemerintah sudah mulai menerapkan peraturan larangan ekspor bagi komoditas mineral tertentu yang belum memenuhi kadar pemurnian. Oleh sebab itu, bagi pelaku usaha dibidang pertambangan dituntut untuk segera menyelesaikan proyek smelter hingga batas waktu yang diberikan agar terus mendapat kuota ekspor.

 

ZINC sebagai salah satu emiten yang memproduksi mineral logam mulai dari timbal, seng dan juga bijih besi, terus menjalankan berbagai upaya dalam merealisasikan peraturan yang dibuat oleh Pemerintah tersebut. Dimana, ZINC telah menyelesaikan pembangunan salah satu smelter yaitu smelter timbal, dan sudah mulai beroperasi secara komersil pada awal Juni 2022 ini. Selain itu, saat ini ZINC juga tengah mengejar penyelesaian smelter seng yang ditargetkan dapat rampung pada Kuartal II-2023.

 

Evelyn Kioe, Direktur ZINC mengungkapkan, penyelesaian salah satu smelter timbal yang berada di Kalimantan Tengah meski sempat terkendala oleh Covid-19, pada awal tahun ini kami akhirnya mulai melakukan uji produksi dan pada Mei 2022, smelter timbal sudah diverifikasi 100% oleh pihak PT Surveyor Indonesia dan PT Kapuas Prima Citra resmi beroperasi secara komersial.

 

Sebagai smelter timbal pertama dan satusatunya di Indonesia, kami menargetkan di tahun ini smelter timbal tersebut dapat memproduksi hingga 8.000 ton bullion timbal (Pb), dengan target penjualan dari smelter mencapai USD29 juta."

 

Sementara itu, untuk smelter seng ZINC saat ini proses pembangunan sudah mencapai sekitar 85%. Nantinya smelter tersebut ditargetkan dapat memproduksi hingga 30.000 ton ingot per tahun.

 

Keberadaan smelter seng milik Perseroan diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan komoditas zinc di dalam negeri, dimana hingga saat ini komoditas tersebut masih 100% berasal dari impor.